Dia menilai kebanyakan masyarakat tidak memahami dimana uang mereka diinvestasikan, oleh pemain fintech dan investasi ilegal tersebut.
"Mereka tidak memahami underlying investasi, tidak paham uang mereka itu sebetulnya diinvestasikan dimana," ungkapnya.
Selain itu masyarakat juga kurang paham bunga majemuk antara resiko dan imbal hasil yang dikelola para pemain fintech itu.
Baca Juga: Sosialisasi Ekonomi Syariah, Sekjen MES Sebut Perlu Gandeng Puan Maharani Dengan PDI Perjuangan
"Kemudian banyak yang tidak paham dengan compund interest atau bunga majemuk, tidak paham kolerasi antara resiko dengan imbal hasil, high risk high return," tegas Tirta.
Faktor kedua, dengan kemajuan teknologi adanya oknum yang menyalahgunakan sehingga penawaran investasi dapat dilakukan lintas batas, dan beroperasi diwilayah Indonesia sehingga menyulitkan pemerintah untuk mengambil tindakan hukum.
“Dengan kemajuan teknologi, pembuatan situs penipuan semakin mudah dan murah," tutur Tirta.
Baca Juga: Jokowi Resmikan Bank Syariah Indonesia Lantaran Penduduk Muslim Terbesar di Dunia
Bahkan pihaknya menemukan beberpa modus, seperti kantor tempat fintech ilegal tersebut berada dengan sewa ruko sebagai operasionalnya.
"beberapa modus yang kita temukan itu hanya sewa satu ruko, tapi lingkup operasionalnya sangat luas di berbagai daerah," kata dia.