Setia Untung Ingatkan Penyidik Perkara Pelanggaran HAM Berat Adalah Jaksa, Di Luar itu Pengadilan Bisa Menolak

- 25 Februari 2021, 18:27 WIB
Wakil Jaksa Agung Setia Untung Arimuladi  yang juga Ketua Timsus HAM Berat Kejaksaan.
Wakil Jaksa Agung Setia Untung Arimuladi yang juga Ketua Timsus HAM Berat Kejaksaan. /Foto: Puspenkum Kejagung/BS-EP/


BERITA SUBANG - Wakil Jaksa Agung Setia Untung Arimuladi menegaskan bahwa penyidik perkara pelanggaran HAM berat adalah Jaksa, apabila kewenangan tersebut dilakukan oleh lembaga negara lain, maka pengadilan berhak untuk menolak kasus tersebut.

"Kejaksaan sebagai lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan, memiliki tugas dan kewenangan diantaranya melakukan penuntutan, melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, melakukan penyelidikan terhadap tindak pidana tertentu, serta kewenangan melekat lainnya seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia menyebutkan, Jaksa Agung sebagai Penyidik Tindak Pidana Pelanggaran HAM Berat," tegas Setia Untung Arimuladi dalam keterangannya, Jakarta, Kamis, 25 Februari 2021.

Baca Juga: Sah, Setia Untung Arimuladi Ketua Timsus HAM Kejaksaan

Untung yang juga di daulat sebagai Ketua Tim Khusus Penuntasan Dugaan Pelanggaran HAM Yang Berat (Timsus HAM Berat) menegaskan bahwa fungsi penyidikan dalam perkara pelanggaran HAM Berat juga diakui secara universal dan diatur secara tegas dalam Pasal 53 ayat (1) United Nations Rome Statute of the International Criminal Court 1998 (Statuta Roma).

"Pembentukan Timsus HAM ini adalah upaya konkrit Kejaksaan dalam rangka percepatan penuntasan dugaan pelanggaran HAM yang berat, juga sebagai bentuk penegasan kembali komitmen dan dukungan penegakan hukum oleh Kejaksaan sebagai bentuk penghormatan, pengakuan, dan pemenuhan terhadap Hak Asasi Manusia. Untuk itu, penanganan terhadap setiap pelanggaran HAM merupakan suatu keharusan dalam upaya melindungi harkat dan martabat kemanusiaan," terang dia.

Baca Juga: Wakil Jaksa Agung Setia Untung Arimuladi Ungkap Cara Keberhasilan Bangun Zona Integritas Menuju WBK/WBBM

Setia Untung Arimuladi mengingatkan keberadaan Timsus HAM dimaksudkan untuk mengumpulkan, menginventarisasi, dan mengidentifikasi, sekaligus memitigasi berbagai permasalahan atau kendala yang menjadi hambatan, serta merumuskan rekomendasi penuntasan dugaan pelanggaran HAM yang berat.

"Tentunya dengan tugas dan tanggung jawab yang sedemikian, diperlukan penyegaran pengetahuan, keahlian dan keterampilan dalam penuntutan kasus HAM Berat serta penanganan perkara terhadap kejahatan kemanusiaan," tuturnya.

Baca Juga: Bangun Zona Integritas, Wakil Jaksa Agung Setia Untung Beberkan 10 Fokus Program Kerja Menuju WBK/WBBM

Adapun selama dua hari Sejak Rabu dan Kamis ini digelar workshop Penuntutan Kejahatan terhadap Kemanusiaan dan Tindak Pidana Internasional yang diikuti secara daring oleh anggota Tim Khusus Penuntasan Pelanggaran HAM Berat, Para Asisten Tindak Pidana Khusus, Koordinator Bidang Tindak Pidana Khusus, Para Kepala Seksi Penyidikan dan Kepala Seksi Penuntutan pada 6 (enam) Asisten Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi yaitu Kejati Sumatera Utara, Kejati Sulawesi Selatan, Kejati DKI Jakarta, Kejati Jawa Timur, Kejati Papua, Kejati Lampung, dan Kejati Aceh. Kegiatan ini dengan mengandeng Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (LeIP) dan Center for Human Rights and International Justice, Stanford University, Norwegian Center of Human Rights (NCHR).

"Sehingga tepat kerjasama ini dilaksanakan melalui workshop dengan menghadirkan tim dan ahli tindak pidana internasional yang berpengalaman. Pemahaman terhadap hukum Internasional sangatlah relevan mengingat Undang-Undang HAM Nomor 26 Tahun 2020 disusun berbasiskan pengaturan dalam Statuta Roma dalam kerangka International Criminal Court (ICC)," ujarnya.

Baca Juga: Lecehkan Aktivis HAM Natalis Pigai, Masyarakat Batak di Papua Minta Ambroncius Nababan Diproses Hukum

Dia berharap kepada Jaksa yang ikut dalam workshop penanganan perkara Pelanggaran HAM Berat ini agar mampu memahami berbagai yurisprudensi dalam tindak pidana internasional yang dikembangkan dalam Appeals Chamber of the International Criminal Tribunal untuk Yugoslavia (ICTY) dan International Criminal Tribunal untuk Rwanda (ICTR) sebagai dasar dalam menafsirkan berbagai prinsip dan elemen tindak pidana dalam kejahatan kemanusiaan.

Dia menegaskan selaku Ketua Tim sekaligus anggota, yang diberikan tanggung jawab dalam penuntasan dugaan pelanggaran HAM berat, tentunya berupaya seoptimal mungkin dalam pelaksanaannya.

"Kami juga mengharapkan melalui kegiatan ini, dapat terwujudnya soliditas seluruh anggota Tim Khusus HAM ini, serta tetap konsisten dalam melaksanakan tugasnya. Lalu kami sampaikan pula, diperlukan adanya dukungan, bukan saja dari anggota tim, melainkan juga diperlukan dukungan dari seluruh pihak termasuk dari Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (LeIP) dan Center for Human Rights and International Justice, Stanford University," tututnya.

Baca Juga: Komjen Listyo Pastikan Terapkan Hukum Berbasis HAM

Sebelumnya Presiden Joko Widodo pada sat Rapat Kerja Kejaksaan Agung Desember 2020 menyampaikan bahwa Kejaksaan adalah aktor kunci dalam penyelesaian kasus pelanggaran HAM Berat masa lalu, menindaklanjuti arahan Presiden tersebut, Kejaksaan telah membentuk Tim Khusus Penuntasan Dugaan Pelanggaran HAM Berat melalui Surat Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor 263 Tahun 2020 tanggal 29 Desember 2020.***

Editor: Tommy MI Pardede


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x