Satgas OJK Tutup 1.200 Fintech Ilegal, Masyarakat Diminta Jangan Mudah Percaya yang Berizin Hanya 148 Fintech

- 13 April 2021, 21:05 WIB
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengajak masyarakat untuk memanfaatkan layanan jasa keuangan.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengajak masyarakat untuk memanfaatkan layanan jasa keuangan. /ANTARA/ADITYA PRADANA PUTRA/ANTARA

BERITA SUBANG - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menutup 1.200 fintech ilegal atau financial teknologi yang kerap disebut jasa keuangan dengan tekonologi, karena tak berizin dan merugikan masyarakat.

Dewan Komisioner Perlindungan Konsumen OJK Tirta Segara menegaskan pihaknya melalui satuan tugas (Satgas) Waspada Investasi (SWI) selain menghentikan fintech Ilegal juga menghentikan 390 investasi ilegal seiring banyaknya usaha invesitasi tersebut sepanjang tahun 2020.

"Satgas waspada menghentikan 1.200 fintech ilegal dan menutup kegiatan itu, dan menutuo 390 kegiatan investasi ilegal," ujarnya saat webinar, Jakarta, Selasa, 13 April 2021.

Baca Juga: Tik Tok Cash Diblokir Kominfo Lantaran OJK Menilai Adanya Pelanggaran Hukum atas Ketentuan Transaksi Keuangan

Dia menegaskan tim satgas menghentikan kegiatan itu lebih dari satu setiap hari menemukan usaha fintech tak berizin tersebut.

"artinya dalam satu hari ada 3 sampai 4 yang sudah ditutup,” ungkap Tirta.

Alasan penghentian usaha fintech ilegal dan investasi tersebut didasarkan atas tiga faktor, karena selama ini masyarakat mudah percaya dalam kegiatan usaha tersebut, hal ini dilihat dari beberapa faktor.

Pertama karena rendahnya bahan bacaan atau literasi mengenai keuangan, setidaknya ada 38 persen. Padahal tingkat inklusinya sudah 76 persen. Sementara tingkat literasi pasar modal atau produk investasi hanya lima persen.

Baca Juga: Bupati Boyolali Sambut Baik Investasi Cimory Bangun Wahana Wisata Edukasi Dekat Lereng Gunung Merapi

Dia menilai kebanyakan masyarakat tidak memahami dimana uang mereka diinvestasikan, oleh pemain fintech dan investasi ilegal tersebut.

"Mereka tidak memahami underlying investasi, tidak paham uang mereka itu sebetulnya diinvestasikan dimana," ungkapnya.

Selain itu masyarakat juga kurang paham bunga majemuk antara resiko dan imbal hasil yang dikelola para pemain fintech itu.

Baca Juga: Sosialisasi Ekonomi Syariah, Sekjen MES Sebut Perlu Gandeng Puan Maharani Dengan PDI Perjuangan

"Kemudian banyak yang tidak paham dengan compund interest atau bunga majemuk, tidak paham kolerasi antara resiko dengan imbal hasil, high risk high return," tegas Tirta.

Faktor kedua, dengan kemajuan teknologi adanya oknum yang menyalahgunakan sehingga penawaran investasi dapat dilakukan lintas batas, dan beroperasi diwilayah Indonesia sehingga menyulitkan pemerintah untuk mengambil tindakan hukum.

“Dengan kemajuan teknologi, pembuatan situs penipuan semakin mudah dan murah," tutur Tirta.

Baca Juga: Jokowi Resmikan Bank Syariah Indonesia Lantaran Penduduk Muslim Terbesar di Dunia

Bahkan pihaknya menemukan beberpa modus, seperti kantor tempat fintech ilegal tersebut berada dengan sewa ruko sebagai operasionalnya.

"beberapa modus yang kita temukan itu hanya sewa satu ruko, tapi lingkup operasionalnya sangat luas di berbagai daerah," kata dia.

Faktor ketiga, Tirta menilai ada prilaku masyarakat dalam berinvestasi dalam memanfaatkan fintech kurang bijak, dengan iming-iming dana tersebut cepat cair tanpa syarat, padahal menjebak.

"Sepertinya memang mudah setiap saat dapat cair tanpa syarat, tapi ini sebenarnya menjebak," tuturnya.

Baca Juga: Presiden Besok Buka Raker Kejaksaan, Program Ekonomi Jadi Poin Pembahasan

Betapa tidak, ada beberapa temuan tim SWI OJK dimana masyarakat menjadi korban investasi ilegal akibat tergiur keuntungan dalam waktu singkat dengan meminjam uang diluar batas kemampuan.

"Kami menemukan ada beberapa kasus konsumen dalam seminggu meminjam lebih dari 10 fintech, bahkan ada yang lebih dari 40 fintech dalam seminggu," ungkapnya.

Meski demikuan, kata Tirta sepanjang tanhun 2020, OJK telah melakukan edukasi kepada masyarakat dengan 250 program edukasi keuangan agar mengantisipasi masyarakat dalam jebakan investasi dan fintech ilegal tersebut. Melalui media sosial, artikel dan video leterasi.

Baca Juga: Perbankan Syariah Bidik Kaum Milenial Sebagai Market Size Shariah Digital

Kemudian, lanjut Tirta pihaknya memperluas keanggotaan SWI dalam penegakan hukum dengan melibatkan 13 kementerian dan lembagai terkait. Peran SWI aktif untuk mengumumkan nama-nama peruasahaan investasi dan fintech ilegal tersebut melaui keterangan pers dan media sosial OJK.

Kata Tirta, saat ini ada 148 fintech yang terdaftar di OJK dan 42 diantaranya berizin dan 10 fintech yang beroperasi dengan baik.

OJK juga kata dia telah meminta kepada Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) untuk memblokir website atau aplikasi ilegal dan memperkuat penegakan hukum bagi investasi ilegal tersebut.***

Editor: Edward Panggabean


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah