Dikaitkan Kasus Pengelapan, Dedy dan Dwi Laporkan Penyidik Polda Kepri ke Propam Mabes Polri

- 31 Mei 2021, 14:44 WIB
Dedy Supriadi dan anaknya Dwi Buddy Santoso didampingi kuasa hukumnya Mahatma Mahardhika usai melaporkan penyidik Polda Kepri di Propam Mabes Polri.
Dedy Supriadi dan anaknya Dwi Buddy Santoso didampingi kuasa hukumnya Mahatma Mahardhika usai melaporkan penyidik Polda Kepri di Propam Mabes Polri. /Foto: Doc Pengacara Mahatma Mahardhika/

BERITA SUBANG - Dedy Supriadi dan anaknya Dwi Buddy Santoso, korban peradilan sesat di Pengadilan Negeri Batam, melaporkan Briptu Jefri R Simanjuntak, penyidik pembantu dan Ipda Ridho Lubis yang bertugas di Polda Kepri, ke Karopaminal Divropam Mabes Polri.

Dedy dan Dwi yang didampingi kuasa hukumnya Mahatma Mahardhika mengatakan kedua anggota Polda Kepri itu diadukan, diduga menyembunyikan barang bukti penting yang bersifat menentukan pada saat penyidikan dalam Laporan Polisi Nomor: LP-B/34/V/2019/SKPT-Kepri tanggal 02 Mei 2019, diduga melibatkan Ipda Pol Muhammad Ridho.

"Saya ingin pengaduan ini diproses sesuai ketentuan hukum untuk mencegah terjadinya kembali peradilan sesat yang menelan korban orang-orang yang tidak bersalah khususnya di wilayah hukum Kepulauan Riau dan Batam. Cukup saya dan kawan-kawan yang menjadi korban praktek mafia hukum yang dilakukan secara sistemik, vulgar, dan sempurna karena melibatkan penyidik, jpu dan hakim. Mirip sebuah orkesta ” ucap Dedy Supriadi, usai mengadukan ke Karopaminal Divpropam Mabes Polri, Jakarta, Senin, 31 Mei 2021.

Baca Juga: Gelar KKL di Polres Purwakarta, Sespimma Polri Angkatan 65 Cetak Serdik Miliki Kemampuan Manajerial

Kontruksi hukum ini berawal bahwa Kasidi alias Ahok selaku Direktur PT. Karya Sumber Daya diduga memberikan keterangan palsu dalam laporannya, karena telah dirugikan sebesar Rp. 3,6 milyar gegara Dedy Supriadi dan Dwi Buddy Santoso, menggelapkan barang, berupa besi scrap seberat 125 ton dan tembaga 60 ton yang diakui milik Ahok.

Barang itu dibeli dari Mohamad Jasa bin Abdulah, selaku Direktur Jasid Shipyard (M) SDN, BHD. Padahal pada kenyataannya, besi scrap seberat 125 ton dan tembaga 60 ton, bukanlah milik Ahok melainkan milik Mohamad Jasa bin Abdullah yang berada di Gudang PT. Ecogreen Oleochemicals, yang disewa berdasarkan bukti berupa dokumen Contract Agreement No. 001/PTEO/2019 tertanggal 07 Januari 2019, dan telah diserahkan kepada penyidik pada saat pemeriksaan.

Menurut Dedy Supriadi, meski Gudang PT. Ecogreen Oleochemicals disewa oleh Mohamad Jasa, namun oleh penyidik Briptu Jefri R Simanjuntak, keterangan mengenai fakta tersebut tidak dimasukan kedalam BAP dan bukti berupa dokumen Contract Agreement No. 001/PTEO/2019 tertanggal 07 Januari 2019 dihilangkan dalam berkas perkara.

"Perbuatan ini diduga dilakukan untuk mendukung rekayasa dan konstruksi persangkaan pidana penggelapan yang tengah dibangun," ucapnya.

Baca Juga: Presisi Tagline Program Komjen Listyo Sigit Seperti ini, Termasuk Penghapusan Tilang

Lanjut Dedy, padahal besi scrap crane seberat 125 ton dan tembaga 60 ton bukanlah miik Kasidi alias Ahok maka itu sebabnya tidak pernah disita penyidik untuk djadikan barang bukti dalam perkara guna menguatkan tindak pidana yang dipersangkakan, dan tidak ada kaitannya dengan dirinya.

Lalu, pada 26 Agustus 2018, Ahok telah menandatangani sales Agrement Nomor: 035/KSD-BTM/VIII/2018 pada 26 Agustus 2018, dengan Jasid Shipyard & Engineering dalam hal ini Mohamad Jasa bin Abdullah, tentang pembelian scrap seberat 3.688 Tons, dengan pola timbang bayar.

"Artinya setelah ditimbang baru dilakukan pembayaran. Dalam perjalanan, pada 23 Mei 2019, Ahok mengklaim kepada Mohamad Jasa bin Abdullah atas permasalahan besi scrap seberat 125 ton dan tembaga 60 ton itu," papar Dedy.

Baca Juga: Listyo Sigit Geram Anggota Polri Terlibat Pelanggaran Narkoba Masuk Sekolah Khusus

Terhadap klaim kerugian dari Ahok tersebut telah diselesaikan oleh Mohamad Jasa dengan cara mengurangi jumlah hutang Ahok kepada Mohamad Jasa berdasarkan barang bukti Surat Kesepakatan Bersama Tentang Sisa Pembayaran Penjualan Besi Scrap Impsa 4 Unit Crane Container tanggal 24 Mei 2024.

"Diduga barang bukti ini juga disembunyikan oleh penyidik. Meski Mohamad Jasa berhak menjual besi 125 ron dan 60 ron tembaga kepada pihak lain dalam hal ini dengan memerintahan menjual kepada saya dan hal ini bukanlah merupakan perbuatan melawan hukum sekalipun Mohamad Jasa bin Abdullah sudah terikat jual beli dengan Ahok karena perikatan jual beli yang ditandatangani untuk barang yang berbeda,” tukasnya.

Nah, lanjut Dedy atas perintah dari pemilik barang Mohamad Jasa, Dedy bersama anaknya Dwi menjual besi scrap seberat 100 ton kepada Sunardi, Direktur PT. Royal Standar Utama. Oleh Sunardi pada 24 April 2019, besi scrap 100 ton tersebut ditawarkan kepada Usman alias Abi dan Umar yang kemudian ditandatangi Surat Perjanjian Jual Beli Scrap, dengan harga Rp.4500 per kilo gram yang dilanjutkan pembuatan Surat Pernyataan dan Kwitansi.

Baca Juga: Bamsoet Puji Sistem Pelayanan Tilang Berbasis Teknologi Dalam Program Presisi

Perintah dari Mohamad Jasa bin Abdullah kepada Dedy Supriadi melalui HP milik Saw Tun alias Alam untuk menjual besi scrap seberat 100 ton, dengan harga Rp. 4500/per kg terdapat dalam percakapan di HP merk Samsung J3 Pro milik Saw Tun alias Alam, yang berbunyi:

I also told Dedy to sell the old wheel scrap at 4500 per kilo.”

Namun ternyata barang bukti berupa HP merk Samsung J3 Pro milik Saw Tun itu tidak disita oleh penyidik pada saat pemeriksaan perkara pokok dugaan penggelapan, diduga agar perkara mudah direkayasa.

Pada tanggal 3 Juli 2020, barang bukti HP merk Samsung J3 Pro milik Sa Tun alias Alam baru diambil penyidik berbarengan bebasnya Saw Tun saat akan dideportasi.

“Barang bukti berupa HP merk Samsung J3 Pro milik Saw Tun tersebut diduga disembunyikan oleh penyidik pembantu Briptu Jefri Simanjuntak. Perbuatan ini diduga dilakukan untuk mendukung rekayasa dan konstruksi persangkaan pidana penggelapan yang tengah dibangun,” tutur Dedy.

Baca Juga: Pelayanan Publik Terpadu Polri Tingkat Polres Subang Wujudkan Program Prioritas HTCK Kapolri

Berdasarkan bukti time line, pada 29 September 2020, Wadir Reskrimum Polda Kepri memanggil Briptu Jefry R Simanjuntak terkait penyitaan HP milik Saw Tun. Ipda Ridho Lubis dan Briptu Jefri R Simanjuntak kata dia sudah mengaku kepada Wadir Reskrimum Polda Kepri AKBP Ruslan Abdul Rasyid, bahwa kalai HP tersebut dijadikan barang bukti dalam proses penyelidikan LP-B/34/V/2019/SPKT-Kepri tanggal 02 Mei 2019, yang dilakukan Dedi dkk maka unsur pasal 372 KUHP dan/atau pasal 363 KUHP tidak akan terbukti.

Dan penambahan pasal 363 KUHP dirumuskan di ruang kerja mantan Waka Polda Kepri Brigjen Yan Fitri, tanpa melalui mekanisme gelara perkara.

Baca Juga: Penyekatan Mudik 2021, Polri Dirikan 333 Pos Dari Lampung Hingga Bali, PMJ Pantau di 8 Titik Pos

Sementara Mahatma Mahardhika menambahkan perbuatan itu fatal dengan mensembunyikan tiga barang bukti, karena hal itu penting dan bersifat menentukan, pada saat penyidikan dalam Laporan Polisi Nomor: LP-B/34/V/2019/SKPT-Kepri tanggal 02 Mei 2019.

Ini, kata dia menyebabkan kliennya Dedy dan anaknya dituntut, diadili dan ditahan selama 2 tahun, atas perbuatan yang tidak pernah dilakukannya melalui proses hukum yang tidak adil.***

Editor: Edward Panggabean


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah