Pemilu yang sudah di gelar 4 kali hanya melahirkan koloni baru politik dinasti. Dalam tingkatan politik nasional terlahir banyak kerajaan baru koloni politik, Dinasti Amien Rais, Dinasti Gusdur, Dinasti Megawati Megawati dan Dinasti Jokowi.
Muncul juga reaksi dan resistensi rezim lama dinasti Soeharto bergerak dan melakukan semangat perlawanan.
Bayangkan pada level daerah dan tingkatan desa akan terlahir ribuan dinasti bupati/ walikota dan kepala desa.
Partisipasi kolektif masyarakat tersesat dan terjerumus untuk menghidupkan dan membangkitkan serta melahirkan kembali kelompok kepentingan baru dan menciptakan kelompok kelompok kokektif berjamaah/ oliqarki.
Identitas dan idelogi kepartian muti partai saat ini hanya diartikan dalam wujud retorika dan jargon politik. Mereka berjualan politik dengan panggung produk dagangan politik identitas.
Isu berpolitik dengan rasa dan citra kebangsaan/nasionalis hanya ada wilayah tataran wacana dan formalitas identitas ideologis di akte pendirian partai.
Tematik ideologi dan tujuan kebangsaan kaitannya semangat meraih Indonesia baru melalui berbagai partai mengusung ideologi terbuka/ nasional dipertanyakan.
Partai yang mengamalkan dan mengenakan baju nasionalisme justru terjebak identitas sempit yakni mengarahkannya kontituennya ke pengkultusan individu sebagai mesin penggerak ideologi .
Di lain disisi terjadi partai politik yang menunjukan identitas ideologi yang ekstrim, ada banyak partai politik yang sengaja mengajak konstituen dan melakukan aneksasi politik identitas sektarian atau kultus pribadi.
Hasil kerja politik yang dilakukan dalam tingkatan penyelenggaraan pemerintahan harus dibayar mahal karena berujung pada tersumbatnya proses demokrasi dalam penyelenggaraan bernegara dan bernegara.
Secara umum partai politik hanya bekerja untuk kepentingan identitas kolektif dan termasuk partai yang melakukan koalisi di pemerintahan. Kesepakatan perjuangan parpol dalam pemahaman keadilan sosial dan kesejahteraan belum tercapai.
Kapitalisasi dan dukungan kaum oportunis negeri ini juga merusak sistem kepartaian. Orang berduit bisa membuat parpol membajak aktifis pakar ,ahli dan pemuka agama dan mantan para petualang politik .