Mereka bekerja dari perencanaan, pembahasan, pelaksanaan dan fungsi kontrol fungsi bahan bahan politik tidak berjalan sebagai mestinya.
Perubahan produk hukum dan UU yang menyentuh dasar dasar kenegaraan dan kebijakan publik tidak beriringan bekerja linier dalam implementasi tugas dan fungsi kepala negara dan kabinet pendukunya.
Kondisi keseluruhan perjalanan era reformasi redup dan banyak mengalami distorsi fungsi dan manfaat untuk menjalankan penegasan semangat reformasi.
Banyak indikator reformasi politik dan produk kebijakan dan turunannya yang gagal paska reformasi.
Produk pemilu yang gagal. Semangat reformasi dalam bidang politik tidak serta merta dibarengi dengan kualitas dari proses politik itu sendiri.
Dirubahnya UU pemilu yang mengalami perubahan beberapa kali kali tidak memberikan daya ungkit produk hasil proses demokrasi.
Pemilu langsung hanya dijadikan proses kegiatan politik praktis dan menjadi alat legitimasi raja-raja baru untuk berkuasa. Proses suksesi politik melalui pemilu mengabaikan asas - semangat- tujuan dari kesucian reformasi .
Tidak ada harapan banyak ketika kita bicara aspek normatif ketika di level kepala daerah, legislatif dan presiden serta merta berproses dalam koridor proses berdemokrasi yang berkualitas dan mengasikkan kepemimpinan daerah dan nasional yang berkualitas.
Maraknya elite politik terjerat korupsi dan berakhir di penjara menjadi tamparan keras bagi indikator keberhasilan dalam pencapaian semangat reformasi .
Tindakan dan kebiasaan untuk korupsi sangat besar bahkan sudah menjadi ritual berjamaah dan bagian pemahaman kolektif korupsi sudah menjadi bagai kewajaran dan budaya.
Penyakit mental korupsi ini menjangkit dari level produk politik birokrasi pemerintahan terendah sampai level puncak yakni RT/RW, Kepala Desa, Walikota/Bupati Gubernur.