Kedua, meningkatnya eskalasi kekerasan yang berdampak langsung pada rakyat Papua seperti terpaksa mengungsi untuk mencari selamat, kehilangan penghasilan ekonomi, anak-anak tidak bersekolah, kesehatan dan sanitasi lingkungan terganggu serta hal lain-lain.
Ketiga, pelabelan terorisme membuka terjadinya pelembagaan rasisme dan diskriminasi berkelanjutan atas warga Papua secara umum, mengingat tidak jelasnya definisi siapa yang dinyatakan teroris.
Baca Juga: Berantas Sparatis di Tanah Papua, Ucapan Bamsoet Bikin Bulu Kudu Merinding Bahkan Siap Pasang Badan
"Pilihan Jokowi melabeli KKB Papua sebagai teroris dan dampak lanjutan yang akan terjadi, akan menutup kesempatan Jokowi dan pemerintah untuk membangun Papua secara humanis, sebagaimana yang dijanjikannya dalam berbagai kesempatan," terang Hendardi.
Kemudian, pilihan realistis bagi Papua adalah penyelesaian secara damai dimulai dengan kesepakatan penghentian permusuhan, membangun dialog dan susun skema-skema pembangunan yang disepakati.
"Revisi UU Otonomi Khusus Papua bisa menjadi momentum mendialogkan isu-isu krusial Papua, termasuk soal penanganan pelanggaran HAM di Papua dan Papua Barat," demkikian Hendardi.***