MAKI Bakal Praperadilkan KPK Terkait SP3 Perkara BLBI Dengan Tersangka Sjamsul Nursalim dan Istrinya Itiih

- 2 April 2021, 17:21 WIB
Gedung Merah Putih KPK.
Gedung Merah Putih KPK. /BERITA SUBANG/Sunardi Panjaitan

 

BERITA SUBANG - Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) bakal menggugat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena mencetak rekor pertama menghentikan atau SP3 kasus dugaan korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang telah menetapkan Sjamsul Nursalim dan Istrinya Itiih Nursalim sebagai tersangka.

Koordinator MAKI Boyamin Saiman pun akan menggugat melalui praperadilan melawan KPK untuk membatalkan SP3 perkara dugaan korupsi BLBI Tersangka Sjamsul Nursalim (SN) dan Itjih Sjamsul Nursalim (ISN).

Baca Juga: KPK Cetak Rekor Pertama Menghentikan Kasus BLBI Perkara Dua Tersangka Pasutri Sjamsul Nursalim dan Istrinya

"Sebagaimana diketahui pada hari Kamis 1 April 2021 untuk pertama kalinya KPK menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) atas tersangka SN dan ISN dalam perkara dugaan korupsi BLBI BDNI terkait BPPN," ucap Boyamin dalam keterangannya, Jakarta, Jumat, 2 April 2021.

Karena itu, MAKI berencana akan segera mengajukan gugatan praperadilan untuk membatalkan SP3 tersebut di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Gugatan ini akan diajukan maksimal akhir bulan April 2021 dalam rangka mengimbangi langkah April Mop oleh KPK.

Baca Juga: Ini Tanggapan KPK Terkait Surat Permintaan Effendi Gazali

"Twdinya kami berharap SP3 ini adalah bentuk April Mop atau prank dari KPK namun ternyata April beneran karena SP3 benar-benar terbit dan diumumkan secara resmi oleh KPK," ungkapnya.

Ditegaskan Boyamin adapun alasan MAKI melakukan Praperadilan itu dilatarbelakangi, pertama, KPK mendalilkan SP3 dengan alasan dengan bebasnya Syafrudin Arsyad Temenggung menjadikan perkara korupsi BLBI BDNI menjadikan kehilangan penyelenggara negara.

Baca Juga: Effendi Gazali Ancam Wartawan, Ade Mulyana Tantang KPK Tetapkan Tersangka Baru Korupsi Bansos

"Hal ini sungguh sangat tidak benar karena dalam surat dakwaan atas Syafrudin Arsyad Temenggung (SAT) dengan jelas didakwa bersama-sama dengan Dorojatun Koentjoro-Jakti sehingga meskipun SAT telah bebas namun masih terdapat penyelenggara negara lainnya yaitu Dorojatun Koentjoro-Jakti," ungkap dia.

Dijelaskan dia, keputusan KPK itu sangat memprihatinkan, karena KPK telah lupa ingatan atas surat dakwaan yang telah dibuat dan diajukan ke Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada tahun 2018.

Baca Juga: GMNI Tantang KPK Ungkap Keterlibatan Herman Hery dan Ihsan Yunus di Korupsi Pengadaan Paket Bansos Covid-19

Kedua, ucap Boyamin putusan bebas Syafrudin Arsyad Temenggung tidak bisa dijadikan dasar SP3 karena NKRI menganut sistem hukum pidana Kontinental warisan Belanda yaitu tidak berlakunya sistem Jurisprudensi, artinya putusan atas seseorang tidak serta merta berlaku bagi orang lain.

Ketiga, lanjut dia, MAKI pada tahun 2008 pernah memenangkan Praperadilan atas SP3 melawan Jaksa Agung atas perkara yang sama dugaan korupsi BLBI BDNI, dimana dalam putusan Praperadilan tahun 2008 tersebut berbunyi Pengembalian Kerugian Negara tidak menghapus pidana korupsi.

"Pertimbangan hakim praperadilan 2008 tersebut akan dijadikan dasar Praperadilan yang akan diajukan MAKI," tuturnya.

Baca Juga: Mabes Polri Ungkap Senjata Yang Dipakai Zakiah Aini Jenis Airgun Kaliber 4,5 MM

Semestinya, ditekankan Boyamin KPK tetap mengajukan Tersangka SN dan ISN ke Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat dengan sistem in absentia atau sidang tanpa hadirnya Terdakwa.

"Karena senyatanya selama ini SN dan ISN kabur dan KPK pernah menyematkan status Daftar Pencarian Orang (DPO) atas kedua Tersangka tersebut," kata dia.

Atas langkah KPK yang telah SP3 perkara ini, MAKI merasa keadilan masyarakat tercederai dikarenakan SP3 diberikan kepada orang yang kabur dan buron.

Baca Juga: Kejati DKI Minta Penyidik Polda Metro Jaya Lengkapi Berkas Mesum Gisel dan Nobu Biar Segera Jadi Pesakitan

Sebelumnya KPK menghentikan kasus ini pasutri Sjamsul dan Itjih itu, dengan alasan, karena salah satu tersangka lainnya bernama Syafruddin Arsyad Temenggung bekas Kepala BPPN, kasasinya diputus bebas oleh Mahkamah Agung.

Tak pelak KPK pun tak bisa melakukan upaya hukum lainnya berupa Peninjauan Kembali (PK) ke MA terhadap perkara tersebut. Pasalnya, putusan Syafruddin Arsyad Temenggung Nomor : 1555 K/Pid.Sus/2019 tanggal 09 Juli 2019 yang mengatakan bahwa perbuatan terdakwa bukan merupakan tindak pidana dan melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum atau onslag van alle rechtsvervolging.

Baca Juga: Kejati DKI Minta Penyidik Polda Metro Jaya Lengkapi Berkas Mesum Gisel dan Nobu Biar Segera Jadi Pesakitan

"Maka KPK meminta pendapat dan keterangan ahli hukum pidana yang pada pokoknya disimpulkan bahwa tidak ada upaya hukum lain (seperti PK) yang dapat ditempuh KPK," ucap Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di gedung KPK Jakarta, Kamis.

Karena alasan itulah KPK menghentikan penyidikan kasus tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 40 Undang Undang 19 Tahun 2019.

Baca Juga: Ada Politisi Inginkan Gibran Diperiksa KPK, Ferdinand Sindir Cerita Hayalan

Penghentian penyidikan ini sebagai bagian adanya kepastian hukum dalam proses penegakan hukum sebagaimana amanat Pasal 5 UU KPK, yaitu “Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya KPK berasaskan pada asas Kepastian Hukum”.***

Editor: Tommy MI Pardede


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah