BERITA SUBANG - Merger Bank Syariah Indonesia (BSI) yang merupakan penggabungan 3 bank, Bank Syariah Mandiri (BSM), BNI Syariah (BNISy) dan BRI Syariah (BRISy) menuai polemik. Hal ini terkait proses migrasi yang dilakukan atas rekening nasabah BNISy dan BRISy menjadi rekening BSI.
Chief Strategy Young Islamic Bankers (YIB) Kindy Miftah mengatakan komunitas praktisi muda perbankan syariah Indonesia, mengungkapkan banyaknya keluhan yang terjadi dalam proses migrasi.
“Keluhan migrasi terjadi karena adanya downgrade fitur rekening yang dirasakan khususnya oleh nasabah ex BNISy. Dari pengamatan kami di medsos maupun dari kerabat dekat, kebanyakan keberatan karena menu transaksi di ATM BNI tidak lagi full menu, tidak lagi gratis transfer dari/ke rekening BNI, dan tidak lagi bisa bertransaksi di cabang BNI," ujar Kindy dalam keterangannya, Jakarta, Sabtu, 19 Juni 2021.
Sementara kata dia fitur gratis rekening BSI di luar jaringan BSI hanya tarik tunai di ATM Mandiri. Selain itu, adanya saldo minimum Rp 50 ribu juga dikeluhkan. Kindy menuturkan bahwa hal ini merupakan risiko strategik dan risiko reputasi bagi BSI.
“Risiko strategik karena strategi migrasi hanya melingkupi operasional migrasi, namun tidak strategi produk dengan melakukan best effort guna meminimalisir perubahan fitur dan benefit," ungkap dia.
Lanjut Kindy, jika BSI belum bisa berintegrasi dengan sistem BNI dan BRI, BSI bisa membuat solusi sementara. Misalnya dengan subsidi transaksi di ATM BNI/BRI, maupun saat transfer ke rekening BNI/BRI.
Senada dengan Kindy, Hendro Wibowo akademisi dan konsultan di bidang keuangan syariah menyampaikan bahwa tim merger BSI seharusnya mengkaji lebih dalam dampak migrasi yang ditimbulkan.