Migrasi Rekening ke BSI Disebut Bermasalah, Ini Performa 3 Bank Syariah BUMN Sebelum Merger Februari Lalu

20 Juni 2021, 05:58 WIB
Usai merger antara Bank Syariah Mandiri (BSM), BNI Syariah (BNISy) danBRI Syariah (BRISy) menjadi Bank Syariah Indonesia (BSI), justru terjadi polemik pada proses migrasi yang dilakukan atas rekening nasabah? /Foto kolase, diolah BeritaSubang.Com/

BERITA SUBANG - Komunitas praktisi muda perbankan syariah Indonesia dalam keterangannya, di Jakarta pada Sabtu, 19 Juni 2021 kemarin mengatakan bahwa migrasi rekening Bank Syariah Mandiri (BSM), BNI Syariah (BNISy) dan BRI Syariah (BRISy) ke Bank Syariah Indonesia (BSI) menuai polemik di tengah nasabah.

Ketiga bank syariah BUMN tersebut telah efektif merger menjadi BSI pada Februari lalu dan telah menjelma menjadi bank syariah terbesar nasional. Gabungan aset ketiga bank syariah BUMN tersebut diperkirakan dapat mendongkrak ranking bank menjadi ke-7 terbesar di bilantika perbankan komersial nasional.

Lantas, bagaimana sebenarnya kinerja keuangan ketiga bank syariah yang merger tersebut?

Baca Juga: Migrasi Rekening Bank BSM, BNI Syariah, BRI Syariah ke BSI Menuai Polemik di Tengah Nasabah

Berdasarkan pengamatan laporan keuangan per Desember 2020, hanya BNISy yang labanya turun, sedangkan BSM dan BRISy mencatat pertumbuhan laba.

Dari sisi proporsi, BSM yang sebelumnya merupakan subsidiary dari bank BUMN terbesar di Indonesia, tetap menyumbang nilai laba terbesar dibanding kedua bank syariah BUMN yang dimerger tersebut. Laba terbesar kemudian diikuti BNISy dan BRISy.

Bank Mandiri Syariah (BSM)

PT Bank Syariah Mandiri menorehkan laba bersih Rp1,43 triliun per Desember 2020, naik 12,51 persen dibandingkan dengan periode sama tahun sebelumnya.

Kenaikan laba ditopang oleh pertumbuhan pembiayaan dan membaiknya rasio pendanaan murah yang dikelola BSM.

Pembiayaan BSM tahun lalu tumbuh 10,43 persen menjadi Rp83,43 triliun, sedangkan dana pihak ketiga, atau DPK, naik 12,80 persen menjadi Rp112,58 triliun.

Baca Juga: Migrasi Nasabah Tiga Bank BUMN Syariah ke Bank Syariah Indonesia Berpolemik, Berapa Laba BSI Q1 2021 ?

Positifnya pertumbuhan pembiayaan BSM didorong oleh kontribusi kenaikan pembiayaan dari segmen ritel sebesar 18,41 persen menjadi Rp53,24 triliun. Uniknya, kinerja positif pembiayaan segmen ritel ini di masa pandemi didukung produk layanan berbasis emas, yakni cicil emas dan gadai emas, yang naik 32,23 persen menjadi Rp3,94 triliun. 

Di lain pihak, pembiayaan konsumer, termasuk pembiayaan mitraguna, pembiayaan pensiunan, pembiayaan kepemilikan kendaraan dan rumah, juga turut naik 29,13 persen menjadi Rp39 triliun.

Pada segmen corporate banking, BSM juga masih mampu menorehkan kenaikan pembiayaan sebesar 4,83 persen menjadi Rp23,43 triliun.

Meskipun terdampak pandemi, BSM tetap mampu mencatat pertumbuhan pembiayaan yang solid tahun lalu dengan rasio pembiayaan bermasalah (NPF) cukup terjaga.

Baca Juga: Laba BSI, Hasil Merger Tiga Bank Syariah BUMN Naik di Q1 2021, Nasabah Migrasi, Namun Keluhkan Biaya Transfer

NPF netto tercatat sebesar 0,72 persen dan NPF gross sebesar 2,51 persen.

Pada sisi pendanaan, kinerja positif BSM ditopang oleh pertumbuhan dana tabungan, yang naik 18,73 persen menjadi Rp47,25 triliun. Dibanding rata-rata pertumbuhan tabungan secara nasional, yang berkisar di angka 15,65 persen, angka yang ditorehkan BSM cukup tinggi.

BNI Syariah (BNISy)

Sementara itu, Bank BNI Syariah atau BNISy, membukukan laba bersih Rp505,11 miliar per 31 Desember 2020.

Angka tersebut merupakan penurunan sebesar 16,25 persen dari tahun lalu yang tercatat sebesar Rp603,15 miliar, akibat pencadangan atu provisi karena manajemen mengantisipasi tantangan ekonomi di masa mendatang.

Pembiayaan turun tipis sebesar 1,37 persen menjadi Rp 33,1 triliun dari Rp 32,67 triliun, sedangkan

"Pada tahun 2020, ROA dan ROE BNI Syariah masing-masing sebesar 1,33 persen (2019: 1,60 persen) dan 9,98 persen (2019: 12,74 persen) penurunan sejalan dengan penurunan laba 2020. BOPO sebesar 84,19 persen (2019: 81,71 persen). Terjadi kenaikan NPF dari 3,33 persen pada tahun 2019 menjadi 3,38 persen pada tahun 2020," demikian tulis BNISy dalam laporan keuangan tahun 2020.

ROA adalah Return on Assets, ROE adalah Return on Equity, BOPO merupakan singkatan dari Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional dan NPF adalah Non-Performing Financing.

BRIsyariah (BRISy)

Terakhir, PT Bank BRISyariah (BRISy) membukukan pertumbuhan laba bersih sebesar 235,14 persen menjadi Rp248 miliar tahun lalu.

Naiknya laba Bank ditopang oleh pertumbuhan pembiayaan dan dana murah.

Penyaluran pembiayaan sepanjang tahun lalu tercatat sebesar Rp40 triliun atau tumbuh 46,24 persen (year-on-year).

Pertumbuhan pembiayaan yang sangat tinggi tersebut ditopang oleh naiknya pembiayaan dari segmen ritel (SME, Mikro dan Konsumer) sehingga Bank dapat menikmati imbal hasil yang optimal.

Kualitas pembiayaan bank, meski di masa krisis tetap membaik, seperti tercatat NPF BRISy per Desember 2020 justru turun ke level 1,7 persen, angka yang lebih kecil dibanding periode sama tahun sebelumnya.

Terkait pertumbuhan dana pihak ketiga, BRISy juga mencatat pertumbuhan pesat, yakni sebesar 44,61 persen. Naiknya DPK ditopang oleh pertumbuhan dana murah sebagai hasil dari strategi masif Bank untuk mengendalikan beban biaya dana.

***

Editor: Muhamad Al Azhari

Tags

Terkini

Terpopuler