Jaksa Agung Minta Jaksa Daerah Jangan Cari Kesalahan, Ada Penyimpangan Tindak

- 21 November 2020, 19:21 WIB
Jaksa Agung Burhanuddin (tengah) didampingi Wakilnya Setia Untung Arimuladi (kiri) saat memberi keterangan pers.
Jaksa Agung Burhanuddin (tengah) didampingi Wakilnya Setia Untung Arimuladi (kiri) saat memberi keterangan pers. /Foto:Repro Youtube Kejagung./

Dia menekankan, pengadaan juga merupakan perangkat strategis yang digunakan oleh pemerintah untuk memberikan layanan publik dengan mutu terbaik dan nilai manfaat uang (value for money) terbaik.

"Dengan turut memperhatikan besarnya sumber daya dan eratnya interaksi antara sektor publik dan sektor swasta, proses pengadaan publik rawan mengalami pemborosan, pelanggaran atau penyimpangan, korupsi, dan kolusi yang berujung pada pengalokasian sumber daya publik yang tidak efisien, serta merosotnya tingkat kepercayaan publik terhadap tata kelola di negaranya," tutur Burhanuddin.

Baca: Jaksa Agung Bilang Tidak Butuh Jaksa Pintar Tapi Tidak Berintegritas

Oleh karena itu, dia menekankan tidaklah mengherankan apabila konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Tindak Pidana Korupsi (United Nation Convention Againts Corruption/UNCAC) yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006, mengatur secara khusus mengenai pengadaan publik.

"Pasal 9 ayat (1) UNCAC menyatakan bahwa dalam pengadaan barang dan jasa harus dilakukan dengan sistem yang baik berdasarkan transparansi, kompetisi dan kriteria yang objektif dalam pengambilan keputusan," ungkapnya.

Mantan Jamdatun 2014 ini, menjelaskan dalam Pasal 34 UNCAC menyatakan bahwa negara wajib mengambil tindakan-tindakan, sesuai dengan prinsip-prinsip dasar hukum nasional-nya, untuk mengatasi akibat- akibat korupsi.

"Disini, negara dapat mempertimbangkan korupsi sebagai faktor yang relevan dalam proses hukum untuk membatalkan atau meniadakan kontrak, mencabut konsesi atau instrumen lain yang sama atau mengambil tindakan pemulihan lain," tuturnya.

Burhanuddin menekankan dari rumusan Pasal 34 UNCAC dalam konteks itu, pemerintah telah mengakomodir dengan terbitnya Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.

Baca: Pengamanan Proyek Strategis Bidang Intelijen Kejaksaan Capai Rp 268 T

Dimana kata dia, pengadaan barang dan jasa yang menjadikan korupsi sebagai faktor yang relevan dalam proses hukum, bisa dibatalkan atau meniadakan kontrak oleh pihak Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) secara sepihak apabila penyedia barang dan jasa terbukti melakukan korupsi sebagaimana diatur pada pasal 93 Perpres Nomor 54 Tahun 2010 itu.

Halaman:

Editor: Edward Panggabean


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x