"Kami memiliki bukti bahwa pelapor adalah pihak yang ingin menguasai aset terlapor tanpa mengindahkan etika bisnis dan menggunakan celah hukum pidana," sambungnya lagi.
Sementara Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar mengatakan penanganan suatu tindak pidana oleh Polri seharusnya dilakukan secara hati-hati terhadap subjek pelaku tindak pidana.
"Dalam pengertian tidak mengganggu aktivitas bisnis korporasi. Jika salah langkah dan ketidaprofesionalan dalam penanganannya menyebabkan investor dan modalnya lari. Intinya jangan merusak iklim investasi," ujar Fickar.
Baca Juga: Oknum Polisi Di Duga Bekingi Perusahaan Batubara Sumsel, Pakar: Potensi KKN, Ganggu Integritas Polri
Kata dia, jika penyidikan kasus ini serampangan dan diduga ada upaya kriminalisasi, berpotensi memburuknya kepercayaan investor untuk menanamkan modal di Indonesia.
"Jangan sampai Polri jadi alat kriminalisasi oleh oknum atau korporasi mencari keuntungan, sehingga membuat cara penanganan penyidikan menjadi tidak profesional dan mengganggu iklim investasi. Inilah yang harus dihindari, karena tidam mustahil akan mengakibatkan larinya PMA atau PMDN," ujarnya.
Sementara Pengamat Ekonomi Universitas Pelita Harapan (UPH) Tanggor Sihombing menyebut penyidik Polri perlu menjaga keberlanjutan usaha dan perlindungan tenaga kerja, khususnya dalam kasus ini.
"Salah satunya adalah terebosan ultimum remedium yang artinya hukum pidana di jadikan sebagai upaya terakhir dalam penegakan hukum," kata Tanggor.
Sebagai informasi penetapan tersangka pengurus PT RUBS berdasarkan Surat Perintah Penyidikan nomor SP.Sidik/415N/Res.1.11./2021/Dittipideksus, pada 3 Mei 2021. Kemudian, Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan Nomor: R/182N/RES.1 .11./2021/Dittipideksus, pada 5 Mei 2021.