"Dengan kata lain, tingkat loyalitas mereka sekaligus nilai raport AHY masa kepemimpinannya," ucapnya.
Sementara Moeldoko Ketum terpilih versi KLB melalui telepon itu, lanjut Emrus akan lebih mudah melakukan konsolidasi karena sebagai pemimpin baru, kader dan pengurus memberi harapan perubahan kepadanya sebagai antitesis yang mereka alami di bawah kepemimpinan AHY.
"Bahkan dukungan politik dari eksternal, termasuk dari kelompok kepentingan, bisa saja mengalir lebih deras jika kepengurusan hasil KLB kelak memiliki legalitas," ungkapnya.
Untuk itulah, sebelum jurang pemisah semakin menganga ke depan antara dua faksi besar tersebut (pimpinan Moeldoko versus AHY), SBY segera muncul membawa suara "perdamaian" politik atau islah, baik di internal Demokrat, utamanya faksi Moeldoko dan faksi AHY dengan prinsip kompromi politik yang mengakomodasi kepentingan para pihak dari berbagai faksi, maupun mengakomodasi kekuatan politik dari luar Demokrat.
"Karena itu, SBY perlu memetakan kekuatan politik, utamanya dari kompok penekan (pressure group) dari luar Demokrat. Atas dasar pemetaan tersebut, SBY perlu melakukan "safari" politik dengan membawa tawaran ide dan gagasan politik yang akomodatif untuk menuju terwujudnya saling pengertian politik di antara elit politik.
"SBY sebagai politikus yang sudah menjabat dua periode memimpin negeri ini, menurut hemat saya, ia mengetahui tokoh-tokoh sentral di republik ini yang akan ditemui untuk menemukan solusi," tandasnya.***