RDP Antara DPR dan ESDM Sempat Ricuh, Diduga Setingan Untuk Rintangi Pembahasan Pencabutan IUP OP Tambang

13 Januari 2022, 23:16 WIB
RDP antara DPR dengan Menteri ESDM Ricuh, nampaknya setingan anggota DPR Komisi VII /Foto: Tangkaplayar doc,/

 


BERITA SUBANG - Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Menteri ESDM dengan Komisi VII DPR RI nampak ricuh, dan terkesan sengaja diciptakan oleh wakil rakyat di Senayan pada Kamis 13 Januari 2022.

Ketua Laskar Anti Korupsi (LAKI) Provinsi Kalimantan Timur Rokhman Wahyudi yang ikut menyaksikan RDP di gedung Senayan itu menduga anggota DPR Muhamad Nasir memakai modus untuk merintangi pembahasan di seputar pencabutan Ijin Usaha Pertambangan Operasi Produksi atau IUP OP bagi perusahaan bermasalah di provinsi tersebut.

"Dimana rencananya akan dipertanyakan pula mengapa IUP OP PT BEP tidak ikut dicabut. Padahal IUP OP PT BEP diduga telah disalahgunakan untuk menipu sebesar Rp1 Triliun dan membobol Bank Niaga dan Bank Bukopin sebesar Rp1,5 Triliun oleh pemiliknya bernama Herry Beng Kostanto, yang kini masih mendekam di tahanan, berstatus narapidana residivis. Berdasarkan fakta tersebut IUP OP PT BEP secara hukum wajib dicabut," ucap Rokhman.

Dia menjelaskan dalam Undangan Rapat Kerja, yang ditandatangani oleh Sekjen Kementerian ESDM, agenda pada point 4 disebutkan: Penjelasan terkait Pencabutan Izin Perusahaan Tambang.

Lantaran diciptakan keributan oleh Muhamad Nasir, dengan melancaran tuduhan kepada seorang pelaku bisnis batubara di Kaltim secara membabi buta tanpa dasar, dan menjurus pencemaran nama baik, membuat pembahasan pencabutan IUP OP urung dilakukan.

Baca Juga: Dukung Kebijakan Jokowi Tertibkan IUP OP, LAKI Minta Kementerian ESDM Cabut Izin Tambang Perusahaan 'Nakal'

Dia menilai bahasa tubuh dan gaya komunikasi politik Muhammad Nasir yang notabene adik kandung terpidana Nazaruddin itu kerap dilakukan. Publik sudah paham kualitasnya. Dampak prilakunya itu membuat Menteri ESDM Ariifin Tasrif pun geram dan merasa tersinggung.

“Saudara Muhammad Nasir bicara tidak benar dan tanpa bukti. Ini memalukan," ucap Rokhman menirukan ucapan Arifin Tasrif yang nampak buru-buru keluar dari ruang rapat.

Namun Rokhman tidak dapat memastikan apakah gaya Muhammad Nasir melakukan itu berdasarkan “pesanan” dan dibayar oleh pihak pemilik IUP OP yang terancam dicabut.

”Saya menolak untuk menanggapi. Saya tidak ingin menduga-duga sesuatu yang saya tidak memiliki buktinya. Biar masyarakat yang menilai” tukasnya.

Baca Juga: Dukung Kebijakan Jokowi Tertibkan IUP OP, LAKI Minta Kementerian ESDM Cabut Izin Tambang Perusahaan 'Nakal'

Seperti dikabarkan, berbagai elemen masyarakat mempertanyakan sikap Dirjen Minerba yang tidak memasukan nama PT BEP ke dalam daftar perusahaan pertambangan minerba yang dicabut izinnya.

Padahal dalam konteks terjadinya penyimpangan oleh pemilik IUP, kata dia benar terdapat fakta kadar “dosa” PT BEP dipandang jauh lebih berat dan fatal, ketimbang kesalahan pada IUP OP sebanyak 2078 perusahaan pertambangan minerba yang telah dicabut ijinnya.

"Oleh karenanya wajar bila terdapat penilaian dari masyarakat Dirjen Minerba, Ridwan Djamaluddin dipandang telah “mengelabui” Presiden Jokowi. Daftar IUP OP yang direkomendasikan untuk dicabut dalam kelompok 2078 iup, klasifikasinya tergolong biasa. Sedangkan yang IUP OP yang melakukan pelanggaran berat seperti PT BEP malah dilindungi," ujar Rokhman.

Menurutnya, memang terdapat fakta, pemilik 98 persen saham PT BEP yang juga pemegang saham mayoritas PT. Tunas Muda Jaya bernama Herry Beng Koestanto. Henry merupakan terpidana yang menyandang predikat residivis karena sudah ada putusan pidana yang telah berkekuatan hukum tetap.

Baca Juga: Jaksa Tahan Bekas Bos PT ICR Anak Usaha PT Antam Terkait Pusaran Korupsi Izin Tambang di Sarolangun Jambi

Berdasarkan Putusan Kasasi Mahkamah Agung RI Nomor: 1442 K/Pid/2016 tersebut, Herry Beng Koestanto masih mendekam ditahanan untuk menjalani hukuman yang telah berkekuatan hukum tetap atau inkrach selama delapan tahun penjara. Dalam dua perkara pidana penipuan, dengan total nilai Rp1 Triliun tersebut.

Pada dugaan pidana lainnya, dengan memakai instrumen perijinan IUP OP yang diberikan negara, dengan maksud membantu PT BEP dan PT Tunas Muda Jaya untuk dapat berinvestasi secara sehat, namun kenyataannya oleh pemilik PT BEP justeru malah disalahgunakan, dipakai untuk melakukan penipuan dan membobol bank dengan nilai total sebesar Rp1,5 triliun.

“Mempertimbangkan fakta-fakta tersebut, untuk mencegah timbulnya pidana lanjutan dan jatuhnya korban-korban penipuan baru menurut pendapat saya, Dirjen Minerba seharusnya memasukan nama PT. Batuah Energi Prima sebagai perusahaan yang harus dicabut ijin IUP-nya, sebagai manifestasi pengejawantahan adanya fungsi pengawasan oleh negara, dan bukan malah melindunginya,” tukasnya.

Padahal alih-alih meminta IUP OP-nya dicabut, namun oleh Dirjen Minerba malah memberikan persetujuan RKAB Tahun 2022 kepada PT Batuah Energi Prima sebanyak 2.997.086 metric ton. Kebijakan Dirjen Minerba ini menurutnya secara langsung atau tidak langsung seperti memberi dukungan sarana kepada terpidana Herry untuk melanjutkan aksi kriminalnya.

Baca Juga: Jaksa Bui Tersangka RDPS Bekas Kadis ESDM Tanah Bumbu Di Kasus Dugaan Suap Rp27,6 M

Kata dia, berlandaskan fakta-fakta tersebut dirinya dapat memahami apabila berbagai elemen masyarakat yang memberikan penilaian atas sengkarut minerba di Indonesia bukan lagi lantaran faktor lemahnya pihak Ditjen Minerba dalam melakukan pengawasan, diduga lebih dari pada itu pihak Ditjen Minerba nampaknya sudah menjadi bagian mafia pertambangan itu sendiri.

“Kami berharap Presiden Ir. Joko Widodo dapat memerintahkan Irjen Kementerian ESDM bersama-sama unsur Kejaksaan Agung melakukan pemeriksaan secara intensif dan mendalam terhadap para oknum pejabat di lingkungan jajaran Ditjen Minerba yang terlibat melindungi dan menutupi kejahatan PT Batuah Energi Prima, sekaligus menjadikan hasil pemeriksaan sebagai momentum untuk dilakukannya reformasi dan pembenahan secara struktural di lingkungan Dirjen Minerba, guna tercapainya optimalisasi sasaran yang hendak dicapai oleh pemerintah," terang dia.

Lebih lanjut kata dia, tindakan melindungi perusahaan tambang bermasalah selain bentuk penghianatan terhadap negara juga merupakan bentuk penipuan terhadap Presiden Jokowi yang telah susah payah memperbaiki pemerintahan.

Baca Juga: Miris! Bocah Pemulung Tidur Depan ATM Beralas Kardus, Nama Juliari Batubara Terseret

Persoalan pokoknya sekarang menurut Rokhman Wahyudi, sesuai fakta terpidana Herry Beng yang berstatus residivis tercatat masih menjadi pemegang 95 persen saham PT BEP sekaligus pemilik PT Tunas Muda Jaya.

"Sehingga berdasarkan fakta ini, untuk mencegah timbulnya pidana lanjutan dan jatuhnya korban-korban penipuan baru, Dirjen Minerba seharusnya tegas memasukan nama PT BEP yang harus dicabut ijin IUP OP - nya, sebagai manifestasi pengejawantahan adanya fungsi pengawasan oleh negara, dan bukan malah melindunginya," tandas dia.***

Editor: Edward Panggabean

Tags

Terkini

Terpopuler