BERITA SUBANG - Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) akui naiknya harga Crude Palm Oil (CPO) atau minyak goreng sawit, ternyata tidak membuat para pengusaha bahagia, meski banyak pihak menyebut para industri sawit mendapat rezeki nomplok ditengah disituasi saat ini.
Ketua Umum Gapki Joko Supriyono menegaskan persoalan minyak goreng dalam negeri diawali pada permintaan global dimana minyak nabati yang ketat ternyata tidak berbanding lurus dengan permintaan yang tinggi antara supply dan demand.
"Disisi lain ada pihak menyebut pelaku industri sawit dapat windfall, kita tak terlalu happy situasi ini, karena kelebihan justru kemana-mana. Padahal kita menghadapi situasi yang challenging (menantang) ditengah situasi global yang tidak pasti, ini membuat harga komoditas naik semua termasuk minyak nabati," tutur Joko saat buka bersama pengurus Gapki, Jakarta, Selasa 19 April 2022.
Baca Juga: Kejagung Beberkan Peran Indahsari Dirjen PLN Kemendag dan Bos Wilmar Pada Korupsi Ekspor CPO Migor
Dijelaskan dia kenaikan harga komoditas tak terlepas dari aspek supply dan demand dalam usaha minyak sawit hal itu bisa saja dipengaruhi dengan gagal panen, perang seperti terjadi antara Rusia dan Ukraina.
Karena itu Gapki akui masih tingginya harga minyak goreng hal itu dipicu lantaran lesunya produksi, ditengah harga rata-rata CPO CIF Rotterdam dan crude palm kernel oil (C-PKO) pada Februari 2022 yang tinggi produksinya per ton.
Sementara, Direktur Eksekutif Gapki Mukti Sardjono mengatakan pada bulan Februari 2022 mencapai 1.522 Dollar Amerika per ton, atau 164 Dollar Amerika lebih tinggi dari harga bulan Januari sebesar 1.358 Dollar Amerika per ton, atau 469 Dollar Amerika lebih tinggi dibandingkan harga di bulan Februari 2021 yang mencapai 1.053 Dollar Amerika per ton.
"Harga KPBN FOB untuk Februari adalah Rp15.532 per kilogram berbanding Rp14.811 di bulan Januari," kata Mukti dalam keterangannya.