Salah Transfer Dana ke Nasabah, Pakar: Kewajiban Bank Buktikan Perintah Transfer

- 14 Desember 2021, 00:45 WIB
Diskusi webinar Indonesian Journalist of Law terkait Perlindungan Konsumen dalam UU Transfer Dana
Diskusi webinar Indonesian Journalist of Law terkait Perlindungan Konsumen dalam UU Transfer Dana /Foto: Tangkaplayar akun Youtube IJL/

BERITA SUBANG - Ahli Risk Management Perbankan dan Asuransi, Batara Maju Simatupang mengatakan jika ada kesalahan Transfer Dana dari pihak perbankan kepada nasabah penerima, maka diberi waktu hingga waktu 90 hari sebagaimana Peraturan Bank Indonesia (PBI) No 14 Tahun 2012.

"Dalam hal komplain tidak mendapatkan kejelasan, atau katakan tidak menemukan kesalahan dan telah melampaui kadaluarsa dalam pelaporan selama 90 hari, berarti orang yang bersangkutan yang menerima uang dari pengiriman, dari katakanlah dari luar negeri atau dari manapun itu, yang bersangkutan sah sebagai pemilik dana," kata Batara dalam keterangannya, Jakarta, Senin 13 Desember 2021.

Dikatakan dia bahwa instruksi pembayaran sudah keluar dari yang memberikan perintah pembayaran, telah mengkreditkan rekeningnya, dan itu sah selama tidak ada bantahan dalam waktu 90 hari dari penyelenggara.

Baca Juga: Salah Transfer Dana ke Nasabah Begini Tanggapan Ahli Hukum Dan YLKI

Lalu bagaimana mekanisme penggunaan Pasal 55 UU No 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana, kata dia dalam hal keterlambatan pelaksanaan perintah Transfer Dana disebabkan oleh keterlambatan penyelenggara penerus atau penyelenggara penerima, akhir, kewajiban pembayaran jasa, bunga, atau kompensasi keterlambatan kepada penerima.

"Dalam Pasal 54 ayat (1) tetap merupakan kewajiban penyelenggara pengirim asal dengan tidak mengurangi haknya untuk mengajukan penggantian kepada penyelenggara penerus atau penyelenggara penerima akhir yang melakukan keterlambatan dalam meneruskan perintah transfer dana," tuturnya.

Dosen Tetap Pascasarjana Institut Indonesia Banking School ini menambahkan pada Pasal 56 UU Transfer Dana berbunyi pada Pasal (1) Dalam hal penyelenggara pengirim melakukan kekeliruan dalam pelaksanaan Transfer Dana, penyelenggara pengirim harus segera memperbaiki kekeliruan tersebut dengan melakukan pembatalan atau perubahan.

"Bank wajib membuktikan adanya kekeliruan transfer tersebut kepada penerima, diantaranya dengan menunjukkan adanya perintah transfer dana dari pengirim asal dan penerima yang seharusnya menerima dana tersebut," tutur dia.

Baca Juga: Terima Salah Transfer, Sah Jika Tidak Ada Komplain 90 Hari Dari Bank

Pada ayat (2) Penyelenggara Pengirim yang terlambat melakukan perbaikan atas kekeliruan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib membayar jasa, bunga, atau kompensasi kepada Penerima.

"Jadi pertanyaan, apakah Pasal 56 ayat (1) dan (2) UU Transfer Dana dan PBI Transfer Dana sudah diterapkan sesuai. Untuk Kasus Indonesia telah sesuai, untuk kasus uang masuk dari Luar negeri, belum tentu sesuai, khususnya kalau sumber dana tidak terlacak," ujarnya.

Namun demikian kata Batara Simatupang saat tampil dalam diskusi webinar bersama Indonesian Journalist of Law (IJL) bertema 'Kupas Tuntas Perlindungan Konsumen Dalam UU Transfer Dana' pada Sabtu 11 Desember 2021, penyelenggara terlebih dahulu membuktikan kekeliruan transfer tersebut kepada penerima, yaitu dengan menunjukkan adanya perintah transfer dana dari pengirim asal dan penerima yang seharusnya menerima dana dimaksud, dan memperbaikinya dalam jangka waktu 2x24 jam.

"Lalu, bagaimana tanggung jawab perbankan selaku pihak yang melakukan kelalaian dalam kasus transfer dana. Bank yang bersangkutan wajib melaksanakan Pasal 57 Ayat 1 dan Ayat 2. Kemudian, memberikan perlindungan bagi nasabah atas tindakan kekeliruan transfer
dana yang dilakukan oleh pihak bank," ungkap Batara Simatupang.

Baca Juga: Pasal 85 UU Transfer Dana Sandera Bagi Nasabah! Pengamat: Perbankan Dituntut Profesional Ketika Salah Transfer

Dia menambahkan apakah UU Transfer Dana sudah memberikan perlindungan
yang memadai kepada nasabah dalam perkara salah Transfer Dana. Terlebih dulu kata dia pihak bank wajib membuktikan adanya kekeliruan transfer tersebut kepada penerima, di antaranya dengan menunjukkan adanya perintah transfer dana dari pengirim asal dan penerima yang seharusnya menerima dana tersebut.

"Iktikad baik berkonsekuensi pada ketiadaan kesalahan sebagai syarat subjektif. Sehingga unsur delik dalam Pasal 85 sengaja menguasai dan mengakui sebagai miliknya dana hasil transfer yang atau patut diketahui bukan haknya menjadi tidak terpenuhi,” tutur Batara Simatupang.

Sejauh ini, kata Barata, belum menemukan adanya disclosure dari penyelenggara pengirim dan penyelenggara penerima terkait penerapan pasal tersebut. Pun demikian tidak menutup kemungkinan bahwa hal tersebut pernah terjadi pada proses transfer dana.

Batara menyebutkan bahwa OJK selaku pihak yang mengawasi dan melindungi perbankan sekaligus, nasabah dapat melakukan kontrol saat terjadi maal function. 

"Sejauh ini belum ada disclousure dari bank terkait kasus salah transfer dana, apakah ini terkait reputasi, ini harus menjadi perhatian," tuturnya.

Baca Juga: Kedudukan Pasal 85 Tentang Transfer Dana, Momok Bagi Pemilik Rekening Atau Untungkan Perbankan!

Lanjut dia, jika pihak penyelenggara transfer dana melaporkan adanya persoalan terkait transfer dana maka OJK tidak boleh abai.

“Jika bank sudah menyampaikan laporan dan tembusan ke OJK, OJK tidak boleh abai. Pengabaian bisa memberikan konsekuensi hukum, OJK harus ambil tindakan jangan sampai merugikan. Jika memang tidak ada disclosure dari bank, maka OJK yang seharusnya melakukan koreksi,” tegasnya.

Sementara Direktur Institut Diponegoro Center Of Criminal Law Adhe Adhari menjelaskan nasabah perbankan yang memiliki itikad baik ketika mengetahui telah terjadi salah transfer oleh bank tidak dapat dipidana dan mereka memiliki hak untuk mendapatkan informasi yang benar, jelas dan jujur dari bank sebagai bentuk perlindungan hukum yang berlaku di Indonesia.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Tarumanegara ini mengatakan ketika terjadi salah transfer ketentuan di Pasal 85 UU Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana menegaskan wajib terbukti ada unsur niat jahat untuk dapat memidanakan nasabah.

Sebagaimana diketahui, pasal ini mengancam pidana paling lama lima tahun atau denda paling banyak Rp 5 miliar, kepada setiap orang yang dengan sengaja menguasai dan mengakui sebagai miliknya Dana hasil transfer yang diketahui atau patut diketahui bukan haknya.

"Untuk memproses pidana transfer dana dalam pasal 85 unsur-unsurnya harus terpenuhi. Unsur yang paling penting adalah unsur 'sengaja' yang ada kaitannya dengan dollus mallus, yakni bentuk kesalahan yang mewajibkan adanya niat jahat" ungkapnya.

Baca Juga: Perbankan Syariah Bidik Kaum Milenial Sebagai Market Size Shariah Digital

Adhe Adhari, pada diskusi itu juga mengatakan dalam Jurisprudensi Mahkamah Agung disebutkan bahwa itikad baik itu meniadakan niat jahat.

"Sehingga, secara mutatis mutandis jika ada i'tikad baik, tidak ada niat jahat, dan jika tidak ada niat jahat maka tidak ada delik, tidak ada tindak pidana sebagaimana diatur dalam pasal 85 UU Transfer Dana," kata Adhe.

Adhe menambahkan bahwa core dari UU Transfer Dana adalah Hukum Bisnis. Sehingga, saat akan mengaktivasi klausul pidana harus ekstra hati-hati dan merupakan tindakan ultimatum remidium dan ketika ada sanksi pidana, maka pemberlakuannya harus diterapkan secara subsider berdasarkan asas 'The Subsiderity Of Penal Law.'

Sedangkan Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sularsi mengatakan setiap konsumen yang menjadi nasabah bank memiliki hak konsumen yakni hak untuk mendapatkan informasi yang benar, jelas dan jujur, selain juga berhak mendapat jaminan keamanan dan kepastian hukum dari pelaku penyedia jasa keuangan.

"Ada dana yang masuk ke konsumen atau nasabah dan tidak diketahui dana darimana, konsumen sudah menyampaikan kepada pelaku usaha bahwa menerima transfer, ini merupakan wujud itikad baik konsumen" ujar Sularsi.

Baca Juga: Pengamat: Pasal 85 UU Transfer Dana Tidak Serta Merta Mencari Unsur Kesalahan

Sularsi menjelaskan, adalah menjadi kewajiban penyedia jasa baik bank atau asuransi untuk menjelaskan kepada konsumen dana tersebut berasal darimana. Sehingga, dalam keadaan konsumen telah memiliki itikad baik maka konsumen tidak patut dipersalahkan selama ada bukti telah melakukan proses pelaporan kepada penyedia jasa atau Bank.

Pada acara diskusi itu, hadir juga ahli hukum dan mantan Hakim Agung Prof Yahya Harahap, selain Batara Simatupang, Sularsi dan Adhe Adhari juga Edward Panggabean selaku Ketua IJL. Acara tersebut dipandu secara apik oleh Fitri Novia Heriani. ***

 

 

Editor: Edward Panggabean


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah