Mantan Ketua Komjak Sebut Dakwaan Jaksa Kabur Dalam Kasus Perkara Emirsyah Satar

- 21 Oktober 2023, 19:44 WIB
Kasus Emirsyah Satar, Mantan Ketua Komjak Sebut Dakwaan Jaksa Kabur
Kasus Emirsyah Satar, Mantan Ketua Komjak Sebut Dakwaan Jaksa Kabur /Foto: Edward/beritasubang.com

BERITA SUBANG - Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Pusat mendakwa mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia (GA) (Persero) Tbk, Emirsyah Satar diduga telah merugikan keuangan negara hingga Rp 9,3 triliun.

Padahal, Emirsyah sebelumnya sudah divonis pengadilan dalam perkara korupsi di PT Garuda Indonesia yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Ketua Komisi Kejaksaan, Halius Hosen menilai ada kejanggalan dalam penanganan kasus yang ditangani Kejaksaan Agung tersebut.

Baca Juga: Kejagung Umumkan Emirsyah Satar Jadi Tersangka Baru Bersama Sutikno Soedarjo Di Korupsi Garuda Indonesia

“Saya juga menjadi sangat heran kenapa perkara ini bisa lolos, gelar perkara yang sedemikian ketatnya yang saya tau dilakukan tidak hanya untuk perkara perkara besar atau kecil saja juga tidak akan lolos, karena ada asas ne bis in idem. Kemudian dari Kejaksaan Agung bersikap bahwa ini perkara layak untuk diajukan ke pengadilan," ujar Halius dalam keterangannya, Jakarta, Jumat 20 Oktober 2023.

Pria yang juga pernah menjabat Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati Sumbar) itu pun memandang, prinsip asas pidana kita bukan pembalasan, melainkan lebih kepada keadilan dan kemanfaatan.

“Bilamana saya lihat dari uraian saudara penasehat hukum tadi jelas sekali bahwa perbuatan materi yang diuraikan di dalam dakwa tempus delicti dan locus delicti adalah hal yang sama, hanya saja ada perbedaan kalau pada KPK ada lima kasus di Kejaksaan ada dua kasus tetapi jelas bahwa dua kasus tersebut adalah kasus yang didakwakan ketika KPK mengajukan perkara ini ke persidangan," kata Halius.

Baca Juga: Kejagung Sebut Letak Kerugian Negara Korupsi PT Garuda Indonesia Rp 8,8 T, Ketiga Tersangka Segera Di Sidang

Menurutnya apabila objek dan uraian materi dakwaan itu sama persis dengan objek subjek dari pada dakwaan dan tuntutan KPK, maka dirinya menilai bahwa perbuatan yang sudah pernah diadili atau pengulangan pengusutan perkara atau ne bis in idem.

Pun dirinya menambahkan bahwa, orang tidak pernah dihukum dengan pasal karena pasal hanya limitatif untuk mengukur apakah sebetulnya orang yang bersangkutan wajar atau adil di hukum.

“Orang dihukum karena perbuatannya, bukan pasal. Kita bisa mengambil kesimpulan, apakah perkara ne bis in idem apa tidak, jelas bahwa objek subjek kemudian materi yang saya garis bawahi secara mendasarnya materi perbuatan dari yang bersangkutan itu persis sama," ucapnya.

Baca Juga: Kejagung Periksa Eks Dirut Citilink Setelah Albert Burhan Berstatus Tersangka Kasus Garuda Indonesia

"Bilamana nanti ada alasan bahwa pasalnya yang berbeda yang semula sekarang dikasih diajukan dengan pasal suap seharusnya juga uraiannya perbuatannya secara materil dipandang berbeda tidak bisa copy paste dari dakwaan yang mestinya sudah ada penyidik kpk dari sebelumnya," sambung Halius.

Di sisi lain, Halius menyinggung soal pertanggungjawaban hukum terhadap tindak pidana korupsi secara berlanjut.

“Tadi udah dimasukan Pasal 65 pada dakwaan dan ini merupakan perbuatan berlanjut dari masa ke masa, saya tidak tau persis apakah keberlanjutan perbuatan ini juga menjadikan keberlanjutan tanggung jawab," tanya dia.

Baca Juga: Kejagung Tetapkan Albert Burhan Bekas Presdir Citilink Tersangka Dugaan Korupsi Pengadaan Garuda Indonesia

"Karena orang hanya bisa dihukum sepanjang hal hal yang dilakukan, bilamana ada perbuatan berlanjut ini perlu diteliti lagi kelanjutan seperti apa secara materil, apakah keberlanjutan ini merupakan persengkongkolan dengan pejabat yang lama, apa keberlanjutan ini dari kelalaian yang bersangkutan.” ungkap Halius.

Halius berpendapat jika dugaan dakwaan JPU kabur. Yakni kaburnya apa karena penggunaan suap digunakan pada proses kejaksaan yang tidak digunakan pada proses KPK tinggal membuktikan suap yang seperti itu.

"Apakah suap yang sebenarnya atau suap yang bagaimana karena proses suap pun merupakan pasal pasal yang ada di tipikor," kata dia.

Baca Juga: Menunggu Letak Kerugian Negara Di Kasus Garuda Indonesia dari BPKP, Ini Alasan Febrie Ardiansyah

Diketahui, Emirsyah Satar dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUH Pidana.

Sebelumnya di KPK, kasus yang memidanakan Emirsyah selama 8 tahun penjara adalah terkait dengan suap-menyuap dan gratifikasi pengadaan proyek pembelian Total Care Machine Program Trent Roll-Royce 700, Airbus A330-300/200, dan Airbus A320 untuk PT Citilink Indonesia, anak perusahaan GIAA, serta pesawat CRJ 1000, serta ATR 72-600.***

Editor: Edward Panggabean


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah