Kasus Pembunuhan Tuti dan Amel di Subang, Begini Kata Mantan Kapolda Jabar Anton Charliyan

- 8 Februari 2022, 14:55 WIB
Si cantik Amel harus mati dengan mengenaskan. Kapankah keadilan untuk mereka ditegakkan?
Si cantik Amel harus mati dengan mengenaskan. Kapankah keadilan untuk mereka ditegakkan? /kolase YouTube Indra Zainal Chanel dan foto DeskJabar

BERITA SUBANG - Kematian ibu dan anak di Subang yang jasadnya ditemukan di bagasi belakang mobil Toyota Alphard milik korban, masih menjadi perhatian masyarakat.

Korban benama Tuti Suhartini (55) dan anaknya Amalia Mustika Ratu (23) tewas akibat dibunuh pada Rabu 18 Agustus 2021 silam.

Saat ditemukan pertama kali, kedua korban dalam keadaan tak berbusana di bagasi belakang mobil yang terparkir di halaman rumah mereka.

Hampir enam bulan sudah peristiwa itu terjadi, namun sampai saat ini, Polisi belum berhasil mengungkap pelaku dan motif kasus rajapati ini.

Dalam mengungkap kasus ini, 69 orang saksi telah dimintai keterangan oleh pihak penyidik Polres Subang dan Polda Jawa Barat.

Kasus pembunuhan Tuti dan Amel ini juga menarik perhatian mantan Kapolda Jawa Barat Irjen. Pol. (Purn) Dr. H. Anton Charliyan.

Anton menegaskan, meskipun pengungkapannya berjalan lama, kasus Subang wajib terungkap.

“Jika tidak terungkap, akan menjadi  satu preseden buruk dalam rangka mengukur barometer profesionalisme Polri di hadapan publik”, ujar Anton Charliyan dikutip dari DeskJabar,com artikel berjudul 'Mantan Kapolda Jabar Anton Charliyan, Beberkan Cara Mengungkap KASUS SUBANG: Begini...'.

Berbagai upaya sebenarnya telah dilakukan Tim Penyidik Polda Jabar untuk mengungkap kasus Subang. Antara melakukan otopsi jenazah korban sampai 2 kali.

Kamudian memanggil 69 orang saksi, memeriksa sekitar 50 titik CCTV di jalur jalan sepanjang 50 km yang sekiranya dilalui oleh terduga pelaku.

Dan yang terakhir, Polda Jabar merilis sktesa wajah terduga pelaku yang nampak dari belakang sisi kanan.  Namun hasilnya masih tetap belum bisa diharapkan.

Menurut Anton gambar sketsa jika tidak didukung  dengan scientifik crime investigation (penyelidikan berbasis ilmiah) yang akurat, ternyata malah bisa mengaburkan proses penentuan tersangka (pembunuh ibu dan anak di Subang) yang sedang diolah.

Anton menjelaskan sketsa bukan merupakan salah satu alat bukti yang kuat.

Sketsa bila dipandang dari sudut alat bukti yang sah hanya merupakan salah satu petunjuk saja.

Selain itu, harus dikuatkan juga dengan alibi waktu, tentang keberadaan seseorang di TKP atau di sekitar lokasi kejadian.

"Makanya olah TKP dalam suatu kasus  bisa terjadi berulang-ulang," katanya

“Bahkan bisa sampai puluhan kali, karena kunci utama kasus pembunuhan biasanya selalu bersumber dari TKP,” sambung mantan Kadiv Humas Mabes Polri ini.

Kemudian jika ingin menggali alat bukti yang kuat (dalam hal ini kasus Subang), jelas Anton Charliyan, harus diteliti dari physical evidence atau bukti fisik yang didapatkan dari benda-benda mati seperti sidik jari, darah, telapak kaki , CC TV,  bekas puntung rokok,  sandal,  sepatu, tusuk gigi, dll.

“Physical evidence atau bukti fisik itu selanjutnya harus diolah dan disempurnakan menjadi  Scientific Crime Investigation," kata Anton Charliyan.

Dalam setiap tindak pidana, Anton Charliyan menegaskan, saksi-saksi manusia walaupun sangat penting, namun tidak bisa diharapkan sebagai bukti utama. Karena apa?

“Karena manusia sebagai bukti hidup, bisa saja setiap saat berubah. Jadi fokuskan saja pada bukti-bukti yang bersifat phisical evidence yang didukung secara science”, kata Anton Charliyan.

Jauh hari sbelumnya, tepatnya di bulan Oktober 2021, Anton Charliyan pernah mengingatkan, bahwa kasus Subang yang kini bukan lagi merupakan isu Jawa Barat tapi sudah menjadi  isu nasional wajib dituntaskan.

“Jangan sampai nanti dianggap Polri tidak mampu atau dianggap Polri menutupi kasus atau dianggap Polri tidak berani,” kata Anton Charliyan.

Anton Chraliyan sendiri, semasa masih aktif di kepolisian, pernah sukses mengungkap dua kasus besar yang menjadi isu nasional bahkan internasional yaitu pembunuhan aktivis buruh Marsinah di Jawa Timur dan aktivis HAM, Munir.

Untuk mengungkap kasus pembunuh ibu dan anak di Subang, Anton Charliyan menyarankan agar Polri (Polda Jabar) tidak perlu malu dan gengsi meminta bantuan atau merekrut para pakar untuk membentuk tim khusus.

Lanjut Anton Charliyan, setiap institusi apapun ada keterbatasannya. Dengan adanya tim khusus,  kata dia, akan menjadi kekuatan tambahan bagi Polri. Sekaligus sebagai linking pin atau jembatan Polri dengan masyarakat  yang bisa menerangkan sesuatu apabila ada kendala-kendala yang sulit dalam pengungkapan kasus Subang.

“Dari pengalaman saya dalam mengungkap berbagai kasus pembunuhan selalu didampingi tim khusus yang di-sprint-kan dari institusi sehingga merekapun bisa terlibat dengan penuh tanggung jawab. Dan untuk  menuju ke arah tersebut, saat ini pun tidak ada kata terlambat bisa segera dimulai”, ujar Anton Charliyan.

Untuk mengungkap kasus Subang,  Anton Charliyan juga sebenarnya sudah menyarankan agar dibentuk satu tim khsusus semacam tim independen.

Tim independen, kata Anton Charliyan, anggotanya harus dari berbagai elemen.  Ada LSM, ormas, tokoh masyarakat termasuk pengamat hukum. Tim ini bisa memberikan masukan dan rutin melakukan evaluasi rapat dua minggu sekali atau sebulan sekali.

“Tapi harus ada targeting waktu. Misalnya dalam waktu 3 bulan ini harus terungkap. Jadi ada quick respon time kapan kita harus menyelesaikan masalah ini. Dan ini harus betul-betul ‘dimenej’ jangan hanya diserahkan kepada Polres, nanti keteteran”, tutur Anton Charliyan.

“Saya dulu waktu mengungkap masalah bom, ada posko khusus yang menampung informasi sekecil apapun dari masyarakat. Begitu juga dalam kasus Munir. Sekecil apapun informasi, baik yang hoax atau apapun juga semua ditampung. Alhamdulillah semua bisa kita ungkap”, kata Anton Charliyan menambahkan.*** (Desk Jabar/Zair Mahesa)

Editor: Muhamad Al Azhari


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah