Kata Pakar Perkara Emirsyah Satar Di Kejagung Berlaku Ne Bis In Idem

- 15 Oktober 2023, 15:34 WIB
Pakar Hukum: Kasus Emirsyah Satar di Kejaksaan Ne Bis in Idem!
Pakar Hukum: Kasus Emirsyah Satar di Kejaksaan Ne Bis in Idem! /Foto: Edward Panggabean/beritasubang.com



BERITA SUBANG - Perkara mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar yang ditangani KPK maupun Kejagung dinilai saling beririsan, menyusul statusnya sebagai tersangka korupsi Garuda yang ditaksir merugikan negara hingga Rp 8,8 triliun.

Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Emirsyah Satar berstatus tersangka korupsi terkait pengadaan dan sewa pesawat CRJ 1000 serta ATR 72-600.

Pun demikian Emirsyah Satar di KPK, juga berstatus tersangka bersama mitra bisnisnya, Soetikno Soedarjo selaku Dirut PT Mugi Rekso Abadi (MRA).

Baca Juga: Kejagung Umumkan Emirsyah Satar Jadi Tersangka Baru Bersama Sutikno Soedarjo Di Korupsi Garuda Indonesia

Dua kasus korupsi yang menyeret eks Dirut PT Garuda Indonesia di KPK dan Kejagung tersebut pun menjadi sorotan. Karena dinilai saling beririsan. Diduga dalam kasus ini berlaku ne bis in idem, yakni kesamaan dalam objek perkara atau dengan kata lain terjadi pengulangan kasus.

Lantas bagaimana dengan kasus eks Dirut Garuda Emirsyah Satar? Apakah benar berlaku ne bis in idem oleh Kejagung? Terkait hal ini, pakar hukum pidana yang juga dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti, Abdul Ficar Hadjar mengatakan dapat disimpulkan bahwa berujung pada gratifikasi.

"(Terkait kasus Emirsyah Satar) sebenarnya bisa disimpulkan begini, dari keseluruhan perbuatan itu oleh KPK disimpulkan bahwa berujung pada atau berinti pada gratifikasi. Penerimaan yang dilakukan oleh seseorang berkaitan dengan jabatannya yang kemudian itu juga dikualifikasi sebagai bagian dari tindak pidana korupsi," ujar dia dalam keterangannya, Jakarta, Minggu 15 Oktober 2023.

Baca Juga: Kejagung Sebut Letak Kerugian Negara Korupsi PT Garuda Indonesia Rp 8,8 T, Ketiga Tersangka Segera Di Sidang

"Namun, yang harus dipertanyakan adalah mengapa KPK ketika dulu mengusut pertama tidak fokus pada perbuatan yang sekarang diadili atau diambil alih oleh kejaksaan," sambung Abdul Ficar Hadjar.

Lanjut dia, jika kasus tersebut dirunut kembali dari awal maka perbuatan Emirsyah Satar menjadi penyalahgunaan kewenangan atau perbuatan melawan hukum yang menguntungkan pribadi dan merugikan negara, maka mau tidak mau menjadi pengulangan atas apa yang sudah dilakukan oleh KPK.

"Yang jadi pertanyaannya kan kenapa KPK dulu tidak menuntut dengan pasal 2 atau pasal 3 UU Korupsi tapi lebih memilih pada pasal-pasal gratifikasi yang dilakukan oleh KPK. Nah itu yang menjadi pertanyaan besar sebenarnya itu," ujar Abdul Ficar.

Baca Juga: Kejagung Periksa Dirut Garuda Indonesia Irfan Setiaputra Terkait Pusaran Dugaan Korupsi Pengadaan Pesawat

Kemudian, lanjut dia, fokus persoalannya adalah apakah perbuatan yang pernah dikualifikasi dalam satu tuntutan tertentu itu bisa diadili lagi.

"Karena itu kemudian kita harus melihat ketentuan yang mengatur mengenai Ne Bis In Idem itu. Ne Bis In Idem diatur dalam Pasal 76 itu dinyatakan bahwa kecuali dalam hal putusan hakim yang mungkin masih diulangi, orang tidak boleh dituntut 2 kali karena perbuatan yang sama, perbuatan yang oleh hakim di Indonesia, terhadap dirinya telah diadili dengan putusan yang menjadi tetap," jelas dia.

Artinya kata dia sudah ada putusan terhadap perbuatan yang dikualifikasi sebagai tindak pidana itu sudah menjadi tetap dan sudah dijalankan dan dieksekusi.

Halaman:

Editor: Edward Panggabean


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x