Penyelesian Rempang Eco City Bakal Happy Ending, Jokowi Minta Kedepankan Kepentingan Rakyat

- 26 September 2023, 01:40 WIB
Rapat Kabinet Terbatas Presiden Jokowi perintahkan jajaran menteri untuk kedepankan penyelesaian masalah Rempang dengan baik dan kedepankan kepentingan rakyat.,
Rapat Kabinet Terbatas Presiden Jokowi perintahkan jajaran menteri untuk kedepankan penyelesaian masalah Rempang dengan baik dan kedepankan kepentingan rakyat., /Foto: Sekretariat Presiden /

BERITA SUBANG - Permasalahan Rempang Eco City tampaknya akan berakhir dengan happy ending. Pasalnya, Presiden Joko Widodo minta agar para menteri terkait kedepakan penyelesaian masalah Pulau Rempang dilakukan dengan baik, dan kedepankan kepentingan masyarakat sekitar.

Hal tersebut diungkap Jokowi dalam rapat terbatas bersama sejumlah jajaran menteri terkait di Istana Merdeka, Jakarta, Senin 25 September 2023.

Perintah Presiden Jokowi itu dinilai sama pengamat kebijakan publik Agus Pambagio lantaran permasalahan konflik agraria di Pulau Rempang dapat berimbas pada iklim investasi di Indonesia. Menyusul akan dibangunnya proyek Rempang Eco City.

Baca Juga: Rencana Pembangunan Xinyi Glass Holding Kalau Gagal Berinvestasi di Pulau Rempang, Akankah Indonesia Rugi?

Menurut dia, bila Rempang Eco City batal, Indonesia akan mengalami kerugian yang cukup besar, karennya penyelesaian itu diminta Presiden Jokowi harus mengedepankan kepentingan rakyat.

"Ya, yang pertama tentu kerugiannya, kerugian dari investasi yang batal ditanamkan jika tidak jadi, tergantung besarnya berapa. Kerugian kedua, yakni kalau itu tidak jadi artinya perencanaan produksi dan segala macem juga hilang, opportunity costnya besar," kata Agus di Jakarta, Senin 25 September 2023.

Tak hanya itu, Agus menyebut bahwa apa yang terjadi di Pulau Rempang dapat menjadi preseden buruk bagi Indonesia di mata investor luar negeri.

"Kalau investasi batal, ya sangat bisa menjadi preseden buruk. Makanya kalau menawarkan dan membuka investasi kita itu harus siap," tutur dia.

Baca Juga: Kajari Batam Siap Penyambung Komunikasi Dua Arah Antara Pemerintah Dengan Masyarakat Batam

Lebih lanjut, kata dia, termasuk ada tidaknya studi soal antropologi, kemudian identifikasi kemungkinan konflik, selain itu bisa juga diperkirakan antisipasi.

"Sehingga perlu juga mitigasi terukur agar proses investasi dapat berjalan lancar dan aman di Pulau Rempang," katanya.

Agus pun melihat sejauh ini di setiap program pembangunan infrastruktur atau investasi tidak terlihat studi antropologinya.

"Saya tidak pernah lihat (studi antropologinya). Padahal itu untuk mengetahui kalau mereka misalnya, harus dipindahkan apa sih dampaknya? terus bagaimana sih cara bicara dengan mereka gitu. Karena kan kita tidak semua masyarakat itu punya surat yang disebut sertifikat dari pemerintah Kementerian Agraria,”ujarnya.

Baca Juga: Rakyat Pulau Rempang Kuasai Tanah, Hadi Tjahjanto: Tidak Ada Hak Atas Tanah

Namun untuk mengungkap itu semua bukan hal yang mudah, karena pasti ada pihak lain di belakang masyarakat yang mengklaim kepemilikan tanah di Pulau Rempang, mereka pasti punya orang kuat di politik, pemerintah dan aparat penegak hukum.

"Jadi ya pasti ada yang membekingi. Sekarang terserah Presiden Jokowi mau bagaimana, panggil saja semuanya rapat kabinet terbatas tetapkan, lalu buat Keppresnya," ujar Agus.

Sementara, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, dalam keterangannya selepas rapat kabinet terbatas menyebut bahwa Presiden Jokowi dalam arahannya bahwa untuk penyelesaian masalah Pulau Rempang harus dilakukan secara baik, dan betul-betul secara kekeluargaan.

Baca Juga: Ricuh Brimob vs Rakyat Pulau Rempang Pengamat Bilang Penanganan Tidak Ada Unsur Pelanggaran HAM

"Dan tetap mengedepankan hak-hak dan kepentingan masyarakat di sekitar di mana lokasi itu diadakan," ujar Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia.

Diakui Bahlil Lahadalia, pihaknya juga telah berkunjung langsung ke Pulau Rempang beberapa hari lalu untuk bertemu dengan masyarakat di sana.

Berdasarkan hasil kunjungannya tersebut, lanjut Bahlil, pihaknya menemukan solusi yakni dengan melakukan pergeseran rumah warga ke area yang masih berada di Pulau Rempang, bukan relokasi atau penggusuran.

"Tadinya kita mau relokasi dari Rempang ke Galang, tapi sekarang hanya dari Pulau Rempang ke kampung yang masih ada di Rempang," kata dia.

Baca Juga: Konflik Lahan Pulau Rempang Jadi Konsumsi Medsos, Pengamat Bilang Pemerintah Telat Mitigasi Penyebaran Hoaks

Menurut Bahlil Lahadalia, warga terdampak akan dipindahkan ke Tanjung Banun, dan sudah ada 300 kepala keluarga (KK) dari total 900 KK yang bersedia dipindahkan.

Di samping itu, masyarakat juga akan diberikan penghargaan berupa tanah seluas 500 meter persegi berikut dengan sertifikat hak miliknya, serta dibangunkan rumah dengan tipe 45.

"Apabila ada rumah yang lebih dari tipe 45 dengan harga Rp120 juta, apabila ada yang lebih, nanti dinilai oleh KJPP (Kantor Jasa Penilai Publik) nilainya berapa, itu yang akan diberikan," ucap Bahlil.

Baca Juga: Pabrik Sabu Terbongkar di Batam, Pengelolanya Mantan Polisi Asal Malaysia

Dalam rapat tersebut, Menteri Investasi juga melaporkan bahwa dari 17 ribu hektare area Pulau Rempang, hanya sekitar 8 ribu hektare lahan saja yang akan dikelola terlebih dahulu.

"Oleh karena itu, kami laporkan bahwa dari 17 ribu hektare areal Pulau Rempang, yang akan dikelola terlebih dahulu hanya 7 ribu (hektare) lebih hingga 8 ribu (hektare), selebihnya masih hutan lindung. Dan kami fokus pada 2.300 hektare tahap awal untuk pembangunan industri yang sudah kami canangkan tersebut untuk membangun ekosistem pabrik kaca dan solar panel," tandasnya.***

Editor: Edward Panggabean


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah