Performa PT AMPR dan CLM Membaik Ditangan Helmut dan Thomas, Beda Sama William Sempat Berurusan Sama KPK

- 25 April 2023, 08:29 WIB
Sebuah ilustrasi perusahaan tambag yang tengah melakukan aktivitas. Seperti ketika Helmut dan Thomas menangani perusahaan tambang yang performanya terus meningkat.
Sebuah ilustrasi perusahaan tambag yang tengah melakukan aktivitas. Seperti ketika Helmut dan Thomas menangani perusahaan tambang yang performanya terus meningkat. /Foto: Ilustrasi/Freepik/Freepik

BERITA SUBANG - Helmut Hermawan mengaku bahwa dirinya salah satu direktur di perusahaan tambang yakni PT APMR dan Direktur Utama PT Citra Lampia Mandiri (PT CLM) sekitar tahun 2019, sebelum Dion Pongkor hadir membela William Van Dongen.

"Saya luruskan bahwa jika William Van Dongen pernah menjadi direktur utama di PT APMR pada tahun 2013 saja. Jadi jangan disamain APMR di tahun 2013 ketika dipegang sama William itu sedang diambang hancur-hancurnya," ujar Kuasa hukum Helmut, Rusdianto Matulatuwa dalam keterangannya, Jakarta, Senin 24 April 2023.

Karenanya Rusdianto menilai tudingan kuasa hukum PT CLM Dion terhadap Helmut sebagai kliennya telah menyesatkan, dan tidak sesuai fakta.

Baca Juga: Praktisi Hukum Sarankan Kasus Helmut Bisa Ajukan PTUN, Pengacara Nilai Polisi Gagal Paham

"Karena yang disampaikan Dion Pongkor itu menyesatkan juga. Tidak sesuai data dan mungkin hanya berdasarkan keterangan dari kliennya. Mungkin kliennya juga lupa barangkali," tutur dia.

Dia pun menduga ketika era William perusahaan tersebut pernah tersangkut kasus dugaan suap oknum PN Jaksel yang ditangani KPK terkait perkara perdata dengan nomor perkara 262/Pid.G/2018/PN Jaksel.

"Itu sebelum Helmut masuk. Makanya saat itu Jumiatun sebagai pemilik sahamnya, William yang warga negara Belanda itu bahkan tidak punya saham sama sekali. Dia hanya sebagai direktur di tahun 2013 itu. Nah ketika APMR sedang mengalami masa suram, disaat itulah Jumiatun menjual sahamnya ke mantan Direktur PT Citra Lampia Mandiri (CLM) Thomas Azhali," ujar dia.

Baca Juga: Polda Sulsel Dinilai Tak Penuhi Hak Kesehatan Helmut, Pengacara: Zalim

Lanjut Rusdianto Matulatuwa berbeda ketika perusahaan di tangan dingin Helmut dan Thomas, perusahaan tambang itu terus membaik peformanya. Sebab itulah, William dan pihak-pihak lain yang pernah melepaskan semua saham APMR berusaha merebut kembali saham tersebut diduga dengan cara melakukan kriminalisasi.

"Seperti halnya dengan tudingan pemalsuan surat yang dilaporkan itu juga kan hubungannya terkait dengan ini. Kami juga menyesalkan Pak William ini membawa bawa nama istrinya Jumiatun Van Dongen ke dalam sengketa ini. Dia ini nggak tahu resiko ke depannya apa yang bakal terjadi. Bisa berdampak juga baik secara langsung maupun tidak langsung, baik ke dirinya maupun ke istrinya," ujarnya.

Rusdianto menekankan, kalau di lihat kasus kriminalisasi ini sudah melebar ke mana mana, sudah hilang dari fokus isu utamanya karena ditunggangi oleh oknum lain yang tidak bertanggungjawab.

Baca Juga: Polda Sulsel Tahan Helmut Hermawan Dalam Kondisi Sakit!, Halius: Ada SPDP Jaksa Wajib Ingatkan Polisi

"Oleh sebab itu saya mengimbau agar tidak memakan korban lebih banyak, minimal Pak Kapolri harus siap mendengar dari sisi kami, jangan hanya mendengarnya dari sisi sana terus secara bulat bulat," ujar dia.

Sedangkan pakar hukum pertambangan Ahmad Redi berpendapat bahwa dalam konteks tindak pidana pertambangan minerba yang beririsan langsung dengan administrasi,

"Yang pertama kalau kita lihat pidana terkait perizinan, jadi UU Minerba itu UU No. 4 tahun 2009, sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3 tahun 2020, yang diubah juga dengan UU No. 6 tahun 2023 tentang Cipta Kerja ini membagi pidana terkait perizinan, dalam  2 aspek besar, pertama adalah pidana terkait perizinan dan pidana tidak terkait perizinan," tutur Ahmad Redi.

Namun, kata dia, jika dilihat secara aspek teknis hukum memang kasus Helmut Hermawan dkk ini adalah perbuatan administratif.

"Jadi orang tidak melaporkan atau karena kelalaian melaporkan sesuatu informasi yang tidak benar dalam konteks pertambangan misalnya RKAB-nya dan ada laporan penjualan dan lain-lain, ini sesungguhnya merupakan pelanggaran administratif," jelasnya.

Baca Juga: Ramai Di Medsos Kasus Helmut, Pengamat: Kapolri Diminta Ambil Tindakan Adanya Dugaan Kriminalisasi

Dalam konteks yang lebih sederhana, Redi menyebut bahwa peraturan perundang-undangan kita sudah memberikan ruang yang cukup dinamis. Ia pun mengajak aparat penegak hukum untuk berhukum secara lentur jadi jangan sedikit-sedikit pidana, dalam konteks UU Minerba.

"Jangan dikit-dikit pemidanaan menjadi sesuatu yang diutamakan. Misalnya, dalam konteks pasal 177 dan 178 UU Cipta Kerja, jadi di UU Cipta Kerja itu dengan semangat hukum pidana lentur itu muncul di situ," ungkap dia.

Jadi lanjutnya, kalau ada permasalahan administratif, selesaikan dulu secara administratif. Nah, ini bagian dari ultimum remedium dalam UU Cipta Kerja yang menyangkut seluruh kegiatan usaha termasuk pertambangan yang dia kira cukup efektif.

"Sebab pelanggaran administrasi itu ada denda administratif yang memungkinkan negara mendapatkan kemanfaatan, lebih mengedepankan keadilan dibandingkan kepastian hukum memidanakan orang dalam konteks normative cost itu lebih besar. Padahal ada social cost atau economic cost yang juga harus dilindungi," katanya.

Baca Juga: Diduga Dibalik Kasus Helmut Hermawan ada Kekuatan Oligarki, IPW Bakal Melapor ke KPK

Menurutnya, dalam hukum pidana pertambangan dalam perspektif UU No. 6 tahun 2023 tentang Cipta Kerja, aparat penegak hukum tidak bicara tentang UU No. 3 tahun 2020 dan UU No. 4 tahun 2009, tentang pertambangan Minerba yang sangat berbasis pendekatan penal (hukum pidana atau kriminal) ketika terjadi pelanggaran administratif.

Kemudian UU Cipta Kerja memberikan ruang yang begitu besar untuk penggunaan asas ultimum remedium dan prinsip Una Via dalam pidana pertambangan.

"Terakhir sengketa dalam hubungan kontraktual berdimensi pidana, juga dapat diselesaikan melalui prinsip Una Via. Ini saya kira merupakan bagian dari upaya negara dalam konteks pidana bisa memberikan kepastian hukum yang adil tapi juga kemanfaatan dan keadilan hukum yang adil bagi bangsa dan negara Indonesia," tandas dia.***

Editor: Edward Panggabean


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x