Jampidum Ultimatum Jajarannya Bermain Perkara, Pedoman Restoratif Justice dan Narkoba Jadi Pegangan

- 5 September 2021, 15:12 WIB
Jampidum Kejagung Fadil Zumhana melaunching aplikasi CMS Publik buat pencari keadilan
Jampidum Kejagung Fadil Zumhana melaunching aplikasi CMS Publik buat pencari keadilan /Foto: Puspenkum Kejagung/

BERITA SUBANG - Jaksa Agung Muda Pidana Umum Fadil Zumhana tak akan ragu untuk menindak jajarannya apabila diketahui bermain-main dalam penanganan tindak pidana, karennya diharapkan untuk tetap optimal, konsisten, dan tidak surut dalam mewujudkan proses penegakan hukum yang berhati nurani dan berkeadilan sebagaimana yang diharapkan oleh masyarakat.

"Saya tidak akan ragu untuk menindak tegas apabila diantara saudara sekalian ada yang mencoba-coba bermain dalam penanganan perkara," tegas Fadil pada ketika memberikan pengarahan pada Rapat Kerja Teknis (Rakernis 2021) Bidang Tindak Pidana Umum (Pidum) secara virtual yang telah digelar sejak Rabu-Kamis, 1-2 September 2021.

Untuk tidak melenceng dalam penanganan perkara Pidum, pihaknya telah menyusun kebijakan teknis, yang diantaranya mengenai tuntutan perkara tindak pidana umum sebagaimana diatur dalam Pedoman Nomor 3 Tahun 2019 tentang Tuntutan Pidana Perkara Tindak Pidana Umum.

Kemudian diterbitkan Surat Jampidum Nomor : B-501/E/EJP/03/2021 tanggal 2 Maret 2021 hal Perkara TPPU Narkotika dijadikan sebagai Perkara Penting, sehingga untuk penuntutannya diajukan ke Jampidum.

"Penanganan perkara tindak pidana narkotika sebagaimana diatur dalam Pedoman Nomor 11 Tahun 2021 tentang Penanganan Perkara Tindak Pidana Narkotika dan/atau Tindak Pidana Prekursor Narkotika," tuturnya.

Baca Juga: Setia Untung Puji Rakernis 2021 Pidum Luncurkan CMS Public, Jaksa Agung: Bentuk Transparansi Kejaksaan

Dijelaskan dia, perkara tindak pidana narkotika dan/atau tindak pidana prekursor narkotika sebagaimana diatur dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika mempunyai karakteristik khusus, baik dari kualifikasi tindak pidana maupun hukum acaranya.

"Dalam penanganan perkaranya diperlukan kecakapan dan profesionalitas dari aparat penegak hukum, khususnya jaksa dalam menjalankan fungsinya sebagai dominus litis dan sebagai Penuntut Umum dalam membuktikan tindak pidana dan kesalahan terdakwa, serta mengajukan tuntutan pidana," ungkapnya.

Dia mengimbau kepada jajaran jaksa Pidum, bahwa tuntutan pidana perkara tindak pidana narkotika disusun dengan pendekatan khusus, dengan mempertimbangkan kualifikasi tindak pidana, kualifikasi dan peran terdakwa, jenis dan berat barang bukti, dan keadaan-keadaan yang bersifat kasuistis secara komprehensif dan proporsional.

"Dengan pendekatan semacam ini diharapkan tuntutan pidana perkara tindak pidana narkotika dapat memenuhi prinsip keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan. Untuk mewujudkan kebijakan dimaksud, perlu menetapkan Pedoman tentang Penanganan Perkara Tindak Pidana Narkotika dan/atau Tindak Pidana Prekursor Narkotika," ujarnya.

Baca Juga: Link cms-publik.kejaksaan.go.id Bagi Pencari Keadilan, Kejagung Resmi Launching Aplikasi CMS Public

Dijelaskan dia, pedoman ini perlu dipahami dan diimplementasikan Penuntut Umum dalam melakukan tuntutan pidana, dengan harapan mampu mengakomodir tujuan hukum dan pertimbangan dimaksud dengan tetap menyesuaikan perkembangan hukum dan masyarakat oleh karenanya pembaruan substansi hukum dengan mengganti pedoman tuntutan pidana perkara tindak Pidum yang ada menjadi suatu kebutuhan.

"Pedoman ini dimaksudkan sebagai acuan atau pedoman dalam mengajukan tuntutan pidana, dan bertujuan untuk menjamin kemandirian dan kebebasan yang bertanggung jawab dari penuntut umum dalam mengajukan tuntutan pidana, menyederhanakan mekanisme pengajuan tuntutan pidana dan menghindari disparitas tuntutan pidana," papar dia.

Terkait lainnya Fadil Zumhana juga menegaskan bahwa penyelesaian perkara dengan pendekatan keadilan restroratif sebagaimana diatur dalam Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif atau restoratif justice.

"Arah kebijakan ini hadir melalui Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 Tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif menjadi tonggak yang menegaskan diperlukannya nurani dan kepekaan untuk dapat menyeimbangkan hukum yang berlaku dengan memperhatikan nilai keadilan yang hidup di tengah masyarakat," ucapnya.

Fadil Zumhana menambahkan, keberhasilan penerapan ketentuan keadilan restoratif ini sangat dipengaruhi dan ditentukan oleh integritas Jaksa, syarat Restoratif Justice di tahap penuntutan kurang lebih mengambil alasan yang sama dengan RUU KUHAP.

"Penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dilaksanakan dengan berasaskan keadilan, kepentingan umum, proporsionalitas, pidana sebagai jalan terakhir dan cepat, sederhana dan biaya ringan," tutur dia.

Baca Juga: Jaksa Diminta Kedepankan Hati Nurani Saat Penuntutan, Burhanuddin: Cermati Pedoman Narkotika

Penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, lanjutnya dilakukan harus memenuhi syarat dan pertimbangan sesuai Pasal 4 dan Pasal 5. Adapun Perkara yang dihentikan berdasarkan keadilan restoratif untuk tahun 2020 keseluruhan ada 222, sedangkan selama bulan Januari sampai dengan Agustus 2021 perkara Oharda ada sebanyak 73 perkara dan perkara Kamnegtibum dan TPUL ada sebanyak tujuh perkara.

"Sudah dibuatkan beberapa petunjuk pelaksanaan Perja restoratif justice dengan surat JAM Pidum agar dipedomani," tungkas Fadil Zumhana.***

Editor: Edward Panggabean


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x