Rio Capella Ajukan Uji Materi Pasal 11 UU Tipikor ke MK Pasca Bebas Dari Penjara

- 15 Juni 2021, 09:55 WIB
Gedung Mahkamah Konstitusi
Gedung Mahkamah Konstitusi /Sumber : mkri.go.id/


BERITA SUBANG-Mantan Politisi Partai NasDem Patrice Rio Capella, mengajukan pendaftaran Permohonan Uji Materiil Pasal 11 Undang-undang Tipikor ke Mahkamah Konstitusi pada 15 Juni 2021 sekira pukul 11.00 WIB.

Rio Capella mengaku permohonan Uji Materill terhadap Pasal 11 UU Tipikor itu lantaran dirinya sudah jadi korban kriminalisasi kerena di hukum menurut pikiran orang yang sifatnya sangat subyektif dan abstrak karena fakta dipersidangan tidak ditemukan fakta permintaan uang bahkan tidak pernah menerima uang yang dituduhkan.

"Saya sadar bahwa dikabulkan atau tidaknya permohonan judicial review tidak akan mempengaruhi putusan pengadilan yang sudah dijalankan dikarenakan putusan MK tidak berlaku surut, namun Rio Capella tidak mau ada korban-korbn lain akibat pasal 11 yang multi tafsir," tutur Rio Capella dalam Keterangannya, Jakarta.

Sementara pengacara Rio Capella, Janses Sihaloho, menyampaikan adanya frasa 'yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya' dalam Pasal 11 Undang-Undang Tipikor telah merugikan Hak Konstitusional dari Patrice Rio Capella selaku Pemohon dalam mendapatkan jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

Kata Janses, ketentuan yang terdapat dalam Pasal 11 UU Tipikor dapat mengakibatkan Pegawai Negeri Sipil maupun Penyelenggaran Negara dapat dipidana melakukan tindak pidana korupsi karena pikiran yang berasal dari orang lain.

"Poin paling penting dengan adanya frasa tersebut adalah bagaimana cara mengetahui, menilai dan membuktikan pikiran seseorang dalam persidangan," katanya.

Baca Juga: MAKI Siapkan Ahli Pada Uji Materi TWK Terkait Ahli Status Pegawai KPK di MK

Dengan demikian kata dia frasa ini tidak memiliki tolak ukur yang jelas sehingga sangat berpotensi menyebabkan penegak hukum seperti Penyidik Kepolisian, Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi maupun Hakim menjadi bebas menafsirkan pikiran orang lain dan membuka celah penegak hukum yang bersangkutan untuk bersifat subjektif yang tentunya sifat subjektif tersebut berpotensi terjadi apabila didasarkan atas suka tidak sukanya penegak hukum tersebut kepada tersangka atau terdakwa.

"Bahwa seharusnya hukum ditegakkan tidak didasarkan atas sifat subjektif aparatur yang menjalankan hukum tetapi haruslah didasari dari objektivitas hukum itu sendiri mengingat tidak ada satupun instrumen atau profesi yang dapat membaca pikiran sesorang secara pasti," tutur dia.

Halaman:

Editor: Edward Panggabean


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah