Mompang Panggabean Sebut Penangkapan Terduga Penembakan Solo Bertentang Peraturan Kapolri

- 20 Januari 2021, 22:34 WIB
Sidang Praperadilan PN Surakarta
Sidang Praperadilan PN Surakarta /Foto: Sandi Nayowan. doc/

BERITA SUBANG-Ahli hukum Pidana Mompang Panggabean sebut bahwa penangkapan, penetapan tersangka, penyitaan, dan pengeledahan terhadap Lukas Jayadi (LJ) oleh Polres Surakarta dalam kasus dugaan penembakan Solo dinilai rancu dan dianggap bertentangan dengan perkap.

"Memang ada beberapa kerancuan yang saya lihat misalnya dalam hal mereka menyatakan pelaku tertangkap tangan tetapi terjadi inkonsistensi ketika mereka membuat surat perintah penangkapan padahal itu tidak dibutuhkan dalam hal tertangkap tangan," kata Mompang dalam keteranganya, Jakarta, Rabu, 20 Januari 2021.

BACA Juga: Sandy Nayoan cs Gugat Kapolri Terkait Kasus Dugaan Penembakan di Solo

Mompang hadir sebagai ahli pidana dalam persidangan praperadilan yang diajukan Lukas melalui kuasa hukumnya Sandy Nayoan di PN Surakarta.

Lanjut Mompang, begitu juga ketika disebutkan pihak Penyidik adanya gelar perkara padahal untuk tertangkap tangan Peraturan Kapolri Nomor 6 tahun 2019 menyatakan bahwa gelar perkara itu tidak dilakukan jika pelakunya tertangkap tangan.

"Jadi di sini ada kesimpangsiuran artinya apa yang diatur di dalam Peraturan Kapolri itu ada yang tumpang tindih sehingga kalau dikatakan itu tertangkap tangan seharusnya bisa dibuktikan bahwa memang itu tertangkap tangan sehingga hal-hal yang berkaitan dengan tertangkap tangan itu sajalah yang juga dilakukan dalam proses pemeriksaan," ujarnya.

BACA Juga: Sandy Nayoan cs Praperadilkan Polisi Atas Pasal 340 Dugaan Percobaan Pembunuhan Bos Duniatex

Akademisi dari Universitas Kristen Indonesia (UKI) Jakarta itu menambahkan konsistensi terhadap apa yang dikatakan sebagai tertangkap tangan itu pun harus betul-betul bisa ditunjukkan di dalam berkas perkara yang dibuat penyidik Polri, dalam hal ini Polresta Surakarta.

"Termasuk juga dalam hal misalnya tidak perlu dilakukan gelar perkara karena memang untuk tertangkap tangan tidak diperlukan gelar perkara jadi pemberkasan demikian pun memang harus betul-betul dilakukan secara tertib sehingga walaupun kita melihat katakanlah suatu tindak pidana telah terjadi tapi ketika prosedurnya tidak bisa dilakukan secara baik maka itu dapat berakibat atau berujung pada tidak terjadinya atau tidak tercapainya keadilan di tengah-tengah masyarakat," ungkap Mompang.

BACA Juga: Komjen Listyo Pastikan Terapkan Hukum Berbasis HAM

Terpisah, AKP Rini Pangastuti mewakili pihak termohon dalam hal ini Polresta Solo menyampaikan, pihaknya menolak dua saksi dari pemohon lantaran memiliki hubungan darah dengan tersangka.

Dia menyampaikan, dalam proses penetapan tersangka sudah sesuai prosedur.

"Dalam penyitaan, sudah ada surat perintah penyitaan. Juga sudah ada penetapan dari Ketua PN terkait penyitaan," tandasnya.

Sementara, pihak termohon bidang hukum Polri yang diwakili AKP Rini Pangastuti menambahkan pihaknya sepakat apa yang disampaikan ahli bahwa prosedur penangkapan, penetapan tersangka, penahanan dan penyitaan terhadap terduga pelaku LJ sudah sesuai prosedur. Karenanya pihak termohon dalam persidangan tidak memberikan pertanyaan kepada ahli saat di dalam persidangan tadi.

"Sesuai dengan Perkap yang disampaikan ahli tadi (dalam persidangan) kita tidak ada pertanyaan, karena (prosedur) sesuai dengan Perkap," ujarnya.

Saat ini berkas perkara LJ kata Rini, masih tahap satu dan telah ditangan Jaksa Penuntut Umum (JPU), bukti-bukti yang dikumpulkan secara akumulatif sekitar 77 bukti.

"Bukti-bukti di akumulatifkan ada 77 bukti tadi. Jadi, secara hukum sudah sesuai normatif yuridis, sudah kita laksanakan," tuturnya.

Nah, terkait surat pengeledahan oleh penyidik Polri, lanjut dia, bahwa hal itu bisa disusulkan pada hari berikutnya, dan itu sudah terlaksana.

"Kita sudah punya semua, surat perintah penyitaan, pengeledahan sudah ada semua sudah kita lengkapi. Penetapan dari hakim juga dari PN (Pengadilan Negeri Surakarta) sudah ada semua, jadi sudah sesuai (Perkap)," tutup Rini.

Terkait rasa keadilan kepada masyarakat, terpisah calon Kapolri Komjen (Pol) Listyo Sigit Prabowo saat uji kelayakan dan kepatutan atau Fit Propertes dihadapan anggota Komisi III DPR mengatakan kedepan apabila dipercaya mengemban sebagai Kapolri, dirinya menerapkan hukum berkeadilan yang berbasis Hak Asasi Manusia (HAM).

"Tidak boleh lagi ada hukum tajam ke atas tumpul ke bawah. Hukum yang berkeadilan, berbasis pada Hak Asasi Manusia (HAM), harus diutamakan," tegas Komjen Listyo di DPR, Rabu pagi ***

Editor: Edward Panggabean


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x