AMPHI Ajukan Petisi Online, Kejagung dan KPK Diminta Periksa Bos Bank Negara Atas Dugaan Korupsi Tambang

23 Juni 2022, 00:33 WIB
Gedung Bundar Pidana Khusus, ditengah reruntuhan pemugaran puing Gedung Utama Kejaksaan Agung. /Foto: beritasubang.com/Edward Panggabean

BERITA SUBANG - Aliansi Mahasiswa Peduli Hukum Indonesia (AMPHI) mengajukan petisi online di change org. Petisi tersebut berisikan tentang desakan untuk Jaksa Agung ST Burhanuddin dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periksa pihak direksi perbankan salah satu bank milik negara. Karena diduga terkait pembiayaan tanpa agunan ke perusahaan tambang batu bara di Sumatera Selatan.

Berdasarkan pantauan di website change org, AMPHI menduga jika perbankan tersebut memberikan kredit tanpa colleteral atau agunan yang tidak seimbang dengan jumlah dana yang disalurkan.

Diduga lantaran melanggar prinsip 6C Character (Watak), Capacity /Cashflow (Kapasitas), Capital (Modal), Collateral (Agunan), Condition of Economy (Kondisi Perekonomian) dan Constraint yang berpotensi merugikan keuangan negara triliunan rupiah.

Baca Juga: Danai Perusahaan Batubara, BNI Diduga Langgar Asas Prudential Banking UU Perbankan

Bahkan tersiar kabar jika perusahaan tambang tersebut kini sedang mengajukan restrukturisasi utang ke salah satu bank yang bergabung di Himbara, karena sudah tidak mampu bayar bunga kredit bernilai triliunan tersebut.

Sebelumnya, dalam laporan lembaga Urgewald yang berbasis di Jerman, bank milik negara itu diduga terbukti sebagai salah satu dari enam bank di Indonesia yang masih memberikan pinjaman ke perusahaan batubara tersebut.

Terlebih, bank tersebut telah bekerjasama dengan 166 kampus di Indonesia, agar para mahasiswa bisa menyetorkan biaya pendidikan melalui bank tersebut.

Baca Juga: Abaikan Prudential Banking Pendanaan Tambang Batubara, Oknum Direksi BNI Berpotensi Terjerat Hukum

"Artinya, secara tidak langsung uang kuliah kita ternyata dipakai perusahaan tambang batubara yang tidak profit plus ikut menyumbang kerusakan alam!," tulis AMPHI dalam petisi tersebut seperti dikutip pada Rabu 22 Juni 2022.

Jika praktik tersebut terus dibiarkan, AMPHI khawatir dapat menimbulkan ketidakpercayaan dan berpotensi terjadinya rush money atau pengambilan uang secara besar-besaran oleh masyarakat.

Jika itu terjadi, dapat mengganggu roda perekonomian negara, stabilitas perbankan Indonesia serta program pemulihan ekonomi nasional pasca pandemi Covid 19.

Baca Juga: Aksi Baking Tambang Batubara di Sumsel Diduga Lama Terjadi, IPW: Periksa Oknum Polisi

Meskipun kasus tersebut telah diberitakan sejumlah media massa hingga beredar di media sosial dan menjadi perhatian publik, namun AMPHI menilai tak kunjung segera ditanggapi oleh para penegak hukum dalam hal ini Kejaksaan.

"Padahal keberadaan mafia tambang ini juga menyerobot tambang milik orang lain bekerja sama dengan oknum aparat sudah sangat meresahkan," tulis mereka.

Menanggapi hal tersebut, Pakar Hukum Pidana Universitas Al-Azhar Indonesia Prof Suparji Ahmad mengatakan jika terdapat laporan, mendesak penegak hukum harus menindaklanjuti untuk menentukan adanya unsur pidana atau tidak.

"Laporan tersebut perlu diverifikasi. Jika memenuhi syarat suatu laporan, perlu dilakukan penyelidikan. Jika ada unsur pidananya, maka ditindaklanjuti dengan penyidikan," kata Suparji kepada wartawan.

Baca Juga: Kejagung Diminta Usut Tuntas Dugaan Perbankan Beri Pinjaman Tanpa Agunan ke Mafia Tambang Batubara

Sementara pakar hukum bisnis dari Universitas Airlangga Prof Budi Kagramanto juga menegaskan perbankan sepatutnya selektif dalam memberikan pendanaan atau pinjaman. Terlebih, pada perusahaan industri tambang dengan segala potensi kerusakan lingkungan yang ditimbulkan.

AMPHI sebelumnya juga telah melaporkan kasus tersebut ke Kejaksaan Agung pada Senin 13 Juni 2022 lalu. Koordinator AMPHI Jhones Brayen mengatakan bahwa pihaknya akan diberitahukan terkait tindaklanjut laporan tersebut.***

Editor: Edward Panggabean

Tags

Terkini

Terpopuler