Definisi Kasus Varian Omicron Menurut Ketentuan Surat Edaran Kemenkes 17 Januari 2022, Syarat Isolasi Mandiri

- 23 Januari 2022, 14:43 WIB
Kasus Pasien Meninggal Akibat Covid-19 Varian Omicron, Aturan Baru Dikeluarkan Kemenkes
Kasus Pasien Meninggal Akibat Covid-19 Varian Omicron, Aturan Baru Dikeluarkan Kemenkes /Pixabay

BERITA SUBANG - Pemerintah Indonesia telah menetapkan berbagai kebijakan dalam rangka pencegahan dan pengendalian Corona Virus Disease 2019, atau biasa disingkat dengan Covid-19. 

Disebutkan dalam Surat Edaran Nomor HK.02.01/MENKES/18/2022 tanggal 17 Januari 2022 tentang Pencegahan dan Pengendalian Kasus Covid-19 Varian Omicron, "kebijakan yang ditetapkan pemerintah menyesuaikan dengan perkembangan kasus Covid-19 yang terjadi di Indonesia, termasuk dengan munculnya satu Varian of Concern (VoC) virus SARS-CoV 2, yang diberi nama varian Omicron (B.1.1.529).

Laporan kasus Omicron pertama dari mana?

Surat edaran terbaru, tertanggal 17 Januari 2022 tersebut menyebutkan, sejak laporan kasus pertama pada 24 November 2021 dari Afrika Selatan, sampai saat ini terdapat 149 negara yang telah melaporkan varian Omicron.

Dalam sebuah keterangan dari Technical brief WHO per tanggal 7 Januari 2022 disebutkan bahwa tingkat penularan varian Omicron lebih cepat, namun berdasarkan beberapa studi awal di beberapa negara seperti Amerika Serikat, Inggris, Denmark, Afrika Selatan, dan Kanada,  menunjukkan bahwa hingga saat ini risiko perawatan di rumah sakit lebih rendah dibandingkan varian delta.

Penelitian lebih lanjut terkait varian Covid-19, yakni Omicron masih terus dilakukan.

Baca Juga: Waspadai Omicron, Pasien Terpapar Varian Virus Corona yang Dirawat di RS Sari Asih Ciputat Meninggal Dunia

Menurut data hingga 14 Januari 2022, Indonesia telah melaporkan 644 kasus varian Omicron yang sebagian besar merupakan pelaku perjalanan dari luar negeri (529 kasus).

Sedangkan kasus lainnya (115 kasus) disebut merupakan akibat dari transmisi lokal yang telah terjadi di Indonesia.

"Dengan mempertimbangkan hal -hal tersebut diatas, dan seiring dengan perkembangan kasus COVID-19 tersebut, dibutuhkan penyesuaian kebijakan upaya penanganan kasus COVID-19 varian Omicron dengan mempertimbangkan situasi epidemiologi dan kapasitas respon," demikian tulis kata pengantar dari Surat Edaran Nomor HK.02.01/MENKES/18/2022.

Surat Edaran ini dimaksudkan untuk meningkatkan dukungan dan kerja sama
pemerintah pusat, pemerintah daerah, fasilitas pelayanan kesehatan, sumber daya
manusia kesehatan, dan para pemangku kepentingan terkait dalam pelaksanaan
pencegahan dan pengendalian kasus Covid-19 varian Omicron (B.1.1.529).

Definisi kasus Omicron

Selain itu, SE tersebut dimaksud untuk memberikan acuan langkah-langkah yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah dalam melaksanakan pencegahan dan pengendalian kasus Covid-19 varian Omicron (B.1.1.529).

Berikut petikan dari Surat Edaran Nomor HK.02.01/MENKES/18/2022 terkait definisi kasus varian Omicron:

"Dalam upaya pencegahan dan pengendalian kasus COVID-19 varian Omicron (B.1.1.529), Gubernur, Bupati/Walikota, Kepala Dinas Kesehatan Daerah Provinsi, dan Kepala Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota untuk memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1. Definisi kasus varian Omicron (B.1.1.529):

Kasus probable dan konfirmasi varian Omicron (B.1.1.529) memenuhi kriteria
sebagai berikut:

a. Kasus Probable varian Omicron (B.1.1.529) adalah kasus konfirmasi Covid-19 dengan hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan positif S-Gene Target Failure (SGTF) atau uji deteksi Single Nucleotide Polymorphism (SNP) berbasis Polymerase Chain Reaction (PCR) mengarah ke varian Omicron.

b. Kasus konfirmasi varian Omicron (B.1.1.529) adalah kasus konfirmasi Covid-19 dengan hasil pemeriksaan sekuensing positif Omicron SARS-CoV-2.

2. Pemeriksaan

Dalam melakukan deteksi varian Omicron (B.1.1.529) perlu memastikan semua spesimen kasus konfirmasi Covid-19 diperiksa dengan ketentuan:

a. Bagi laboratorium yang melakukan pemeriksaan Nucleic Acid Amplification Test (NAAT) termasuk pemeriksaan RT-PCR:

1) yang memiliki kit yang langsung dapat mendeteksi SGTF atau SNP (dengan tambahan 1 atau lebih target gen selain S) yang mengarah ke arah varian Omicron dan sudah tervalidasi, maka pemeriksaan dapat langsung dilakukan tanpa Nucleic Acid Amplification Test (NAAT) pendahuluan.

2) yang tidak memiliki kit yang langsung dapat mendeteksi SGTF atau SNP yang mengarah ke arah varian Omicron dan sudah tervalidasi, maka laboratorium harus mendeteksi COVID-19 terlebih dahulu dengan menggunakan Nucleic Acid Amplification Test (NAAT), kemudian sampel dikirim ke laboratorium rujukan untuk dilanjutkan dengan pemeriksaan SGTF atau SNP yang mengarah ke arah varian Omicron.

b. Bagi fasilitas pelayanan kesehatan yang melakukan pemeriksaan dengan Rapid Diagnostic Test Antigen (RDT-Ag), maka melakukan pengambilan spesimen ulang untuk dikirim ke laboratorium rujukan yang dapat mendeteksi SGTF.

Dalam rangka penguatan surveilans genomik COVID-19, maka spesimen kasus konfirmasi COVID-19 dilakukan pemeriksaan WGS di beberapa laboratorium sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

3. Pelacakan dan Karantina

Setiap kasus konfirmasi COVID-19 baik varian Omicron (B.1.1.529) maupun varian lainnya harus segera dilakukan pelacakan kontak.

Ketentuan pelacakan kontak dan karantina varian Omicron pada prinsipnya sama dengan varian lainnya mengacu pada Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/4641/2020 tentang Panduan Pelaksanaan Pemeriksaan, Pelacakan, Karantina, dan Isolasi Dalam Rangka Percepatan Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease 2019
(Covid-19).

4. Isolasi

Kasus probable dan konfirmasi varian Omicron (B.1.1.529.) baik yang bergejala (simptomatik) maupun tidak bergejala (asimptomatik) melakukan isolasi

a. Tempat isolasi

1) Kasus konfirmasi COVID-19 dengan gejala berat-kritis dirawat di rumah sakit penyelenggara pelayanan COVID-19.

2) Kasus konfirmasi COVID-19 dengan gejala sedang, atau gejala ringan disertai komorbid yang tidak terkontrol dapat dirawat di rumah sakit lapangan/rumah sakit darurat atau rumah sakit yang penyelenggara pelayanan COVID-19.

3) Gejala klinis untuk kasus konfirmasi COVID-19 varian Omicron pada prinsipnya sama dengan gejala klinis COVID-19 varian lainnya.

4) Kasus konfirmasi COVID-19 tanpa gejala (asimptomatik) dan gejala ringan dapat melakukan isolasi mandiri jika memenuhi syarat klinis dan syarat rumah.

a) Syarat klinis dan perilaku

(1) usia < 45 tahun;

(2) tidak memiliki komorbid;

(3) dapat mengakses telemedicine atau layanan kesehatan
lainnya; dan

(4) berkomitmen untuk tetap diisolasi sebelum diizinkan keluar

b) Syarat rumah dan peralatan pendukung lainnya

(1) dapat tinggal di kamar terpisah, lebih baik lagi jika lantai terpisah;

(2) ada kamar mandi di dalam rumah terpisah dengan penghuni rumah lainnya; dan
(3) dapat mengakses pulse oksimeter

Jika pasien tidak memenuhi syarat klinis dan syarat rumah, maka pasien harus melakukan isolasi di fasilitas isolasi terpusat.

Selama isolasi, pasien harus dalam pengawasan Puskesmas atau satgas setempat.

Isolasi terpusat dilakukan pada fasilitas publik yang dipersiapkan pemerintah pusat, pemerintah daerah, atau swasta yang dikoordinasikan oleh puskesmas dan dinas kesehatan.

5) Untuk pasien yang di rawat di rumah sakit dan sudah mengalami perbaikan klinis dilakukan pemeriksaan RT-PCR sebanyak 2(dua) kali dengan jarak waktu pemeriksaan 24 (dua puluh empat) jam.

Apabila hasil positif, maka lokasi isolasi pasien dapat dipindahkan ke fasilitas isolasi terpusat, atau melakukan isolasi mandiri jika memenuhi syarat rumah sesuai dengan kriteria isolasi.

6) Kasus konfirmasi COVID-19 Warga Negara Indonesia yang merupakan Pelaku Perjalanan Luar Negeri (PPLN) dapat menggunakan bukti identitas berupa paspor dan Surat Jaminan Pelayanan (SJP) dari pimpinan rumah sakit untuk dapat dirawat di rumah sakit lapangan/rumah sakit darurat atau rumah sakit penyelenggara pelayanan COVID-19.

Sebaiknya PPLN dengan gejala ringan atau tanpa gejala (asimptomatik) isolasi dilakukan di tempat isolasi khusus untuk luar negeri, sedangkan PPLN dengan gejala sedang dan berat dilakukan isolasi di rumah sakit.

b. Kriteria dinyatakan selesai isolasi/sembuh

1) Pada kasus konfirmasi Covid-19 yang tidak bergejala (asimptomatik), isolasi dilakukan selama minimal 10 (sepuluh) hari sejak pengambilan spesimen diagnosis konfirmasi.

2) Pada kasus konfirmasi Covid-19 dengan gejala, isolasi dilakukan selama 10 (sepuluh) hari sejak muncul gejala ditambah dengan sekurang-kurangnya 3 (tiga) hari bebas gejala demam dan gangguan pernapasan. Dengan demikian untuk kasus-kasus yang mengalami gejala selama 10 (sepuluh) hari atau kurang harus menjalani isolasi selama 13 (tiga belas) hari.

Dalam hal masih terdapat gejala setelah hari ke 10 (sepuluh), maka isolasi mandiri masih tetap dilanjutkan sampai dengan hilangnya gejala tersebut ditambah 3 (tiga) hari.

3) Pada kasus konfirmasi Covid-19 yang sudah mengalami perbaikan klinis pada saat isoman/isoter dapat dilakukan pemeriksaan NAAT termasuk pemeriksaan RT-PCR pada hari ke-5 dan ke-6 dengan selang waktu pemeriksaan 24 jam.

Jika hasil negatif atau Ct>35 2 kali berturut- turut, maka dapat dinyatakan selesai isolasi/sembuh. Pembiayaan untuk pemeriksaan ini dilakukan secara mandiri,

4) Pada kasus konfirmasi Covid-19 yang sudah mengalami perbaikan klinis pada saat isoman/isoter akan tetapi tidak dilakukan pemeriksaan NAAT termasuk pemeriksaat RT-PCR pada hari ke-5 dan ke-6 dengan selang waktu 24 jam, maka pasien harus melakukan isolasi sebagaimana ketentuan kriteria selesai isolasi/sembuh pada huruf b angka 2) diatas.

5. Pencatatan dan Pelaporan

Dinas kesehatan provinsi dan dinas kesehatan kabupaten/kota melakukan pencatatan dan pelaporan serta berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan dalam upaya pencegahan dan pengendalian COVID-19 varian Omicron (B.1.1.529) maupun varian lainnya.

a) Pencatatan dan pelaporan kasus COVID-19 baik untuk varian Omicron (B.1.1.529) maupun varian lainnya dilaksanakan dengan menggunakan aplikasi Allrecord TC-19, termasuk pencatatan dan pelaporan hasil pemeriksaan SGTF dan WGS.

b) Kondisi perawatan pasien di Rumah Sakit wajib dilaporkan melalui website RS Online.jdih.kemkes.go.id

6. Dengan berlakunya surat edaran ini, Surat Edaran Menteri Kesehatan Nomor
HK.02.01/Menkes/1391/2021 tentang Pencegahan dan Pengendalian Kasus
COVID-19 Varian Omicron (B.1.1.529), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

***

Editor: Muhamad Al Azhari


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah