Kejagung Mulai Gelar Penyidikan Korupsi di Tubuh PT Krakatau Steel Untuk Bidik Tersangka

- 16 Maret 2022, 18:36 WIB
Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana
Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana /Foto: Kejagung/

BERITA SUBANG - Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) resmi menaikkan status perkara dugaan korupsi proyek pembangunan pabrik Blast Furnace PT Krakatau Steel (Persero) dari penyelidikan menjadi penyidikan, artinya Kejaksaan Agung akan membidik tersangka, melalui pemeriksaan para saksi dalam perkara tersebut.

Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana mengatakan status penyidikan itu atas surat perintah penyidikan dari Direktur Penyidikan pada Jampidsus Nomor: Print-14/F.2/Fd.2/03/2022 tanggal 16 Maret.

"Sebelumnya telah dilakukan penyelidikan dalam perkara dimaksud berdasarkan Surat Perintah Penyelidikan dari Direktur Penyidikan pada Jampidsus Nomor : Print- 22/F.2/Fd.1/10/2021 tanggal 29 Oktober 2021," kata Ketut dalam keterangan persnya, di Kejagung, Jakarta, Rabu 16 Maret 2022.

Baca Juga: Kejagung Telisik Kasus Proyek Blast Furnance Kerjasama Perusahaan China Dengan PT Krakatau Steel Rp5,3 T

Kata dia, jaksa penyidik Gedung Bundar pun telah melakukan permintaan keterangan kepada 78 orang dan tiga orang ahli. Selain itu terdapat bukti lainnya berupa seratus lima puluh dokumen terkait pembangunan Blast Furnace Complex PT Krakatau Steel.

"Untuk kasus posisi, pada tahun 2011 sampai 2019 PT Krakatau Steel membangun pabrik Blast Furnance (BFC) bahan bakar Batubara adalah untuk memajukan industri Baja Nasional dengan biaya Produksi yang Lebih murah, karena dengan menggunakan bahan bakar Gas biaya produksi lebih mahal," ujarnya.

Lalu, lanjut dia pada 31 Maret 2011 dilakukan lelang pengadaan pembangunan pabrik Blast Furnace (BFC) yang dimenangkan oleh konsorsium MCC CERI dan PT Krakatau Engineering, sebagai sumber pendanaan pembangunan pabrik Blast Furnace awalnya dibiayai bank ECA atau Eksport Credit Agency dari China.

Baca Juga: Ada Indikasi Korupsi, DPR Segera Panggil Direksi Krakatau Steel

"Namun dalam pelaksanaannya ECA dari China tidak menyetujui pembiayaan proyek dimaksud karena EBITDA atau kinerja keuangan perusahaan PT Krakatau Steel tidak memenuhi syarat," ungkap dia.

Selanjutnya pihak PT Krakatau Steel mengajukan pinjaman ke Sindikasi Bank BRI, MANDIRI, BNI, OCBC, ICBC, CIMB Bank dan LPEI. Bahwa nilai kontrak setelah mengalami perubahan adalah Rp 6.921.409.421.190.

"Pembayaran yang telah dilaksanakan adalah sebesar Rp 5.351.089.465.278 dengan rincian Porsi Luar Negeri: Rp3.534.011.770.896, dan porsi lokal Rp1.817.072.694.382," tuturnya.

Baca Juga: Erick Thohir Laporkan Dugaan Korupsi PT Krakatau Steel ke KPK

Kemudian, kata Ketut pekerjaan dihentikan pada 19 Desember 2019, lantaran pekerjaan belum 100 persen. Setelah itu dilakukan uji coba operas, ternyata biaya produksi lebih besar dari harga baja nasional di pasar.

"Bahwa pekerjaan belum diserahterimakan dengan kondisi tidak dapat beroperasi lagi atau mangkrak," ujarnya.

Lanjut Ketut, PT Krakatau Steel melakukan pembangunan pabrik Blast Furnace dengan tujuan untuk peningkatan produksi baja nasional, proyek tersebut dimulai pada tahun 2011 sampai 2015 dan dilakukan beberapa kali addendum sampai dengan tahun 2019.

"Dilakukan pemberhentian di tahun 2019 karena biaya produksi lebih tinggi dari harga slab di pasar," kata dia.

Baca Juga: Kejagung Tetapkan Tersangka KSG MMS Pada Korupsi Tabungan Wajib Perumahan TNI AD

Berdasarkan hal tersebut, ditegaskan dia terindikasi ada tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 2 jo. Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.***

 

Editor: Edward Panggabean


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah