Heboh Kudeta Militer Myanmar, Dominasi Militer Mewarnai Sejarah Pemerintahan Myanmar

- 2 Februari 2021, 19:58 WIB
Militer Myanmar memblokade sebuah jalan utama.
Militer Myanmar memblokade sebuah jalan utama. /Twitter/@Reuters/

BERITA SUBANG - Senin 1 Januari 2021 pagi, publik internasional dihebohkan dengan kudeta militer di Myanmar. Aung San Suu Kyi, bersama dengan beberapa pejabat senior pemerintahan terpilih ditangkap oleh Tatmadaw, tentara dari angkatan bersenjata Myanmar ketika akan memasuki periode kedua Pemerintahannya.

Aung San Suu Kyi telah menjabat sebagai State Counsellor of Myanmar atau sejajar dengan Perdana Menteri sejak terpilihnya pada tahun 2015 dalam pemungutan suara secara bebas.

Beberapa jam setelah penangkapannya, Myawaddy TV yang dikelola oleh militer Myanmar mengumumkan bahwa Panglima Tertinggi Tatmadaw, Jenderal Min Aung Hlaing bersama militer telah mengambil kendali atas Myanmar dalam keadaan darurat.

Pihak junta mengaku pengambilan alih pemerintahan tersebut didasarkan karena kurangnya tindakan terhadap klaim militer mengenai kecurangan pemilihan di bulan November 2020.

Menilik sejarahnya, kepemimpinan militer atas Myanmar bukanlah hal yang baru. Sejak kemerdekaannya dari Pemerintah Inggris di 1948, Myanmar yang saat itu dikenal sebagai Burma telah menjadi pusat konflik tumpang tindih yang terjadi antara kekuatan Komunis dan nasionalis; tentara etnis minoritas dan pemerintah nasional.

Pada tahun 1962, Tatmadaw (pihak Militer Myanmar) di bawah Jenderal Ne Win menggulingkan pemerintah sipil dan memasang rezim otoriter terpusat dengan dalih ketakutan akan kegagalan pemerintah sipil dalam menindak keras gerakan etnis minoritas dan sayap bersenjata terkait.

26 tahun kemudian, tepatnya di bulan Agustus 1988, protes massal menyebabkan penggulingan Ne Win – yang berujung pemerintahan junta militer baru dan mengambil alih kekuasaan atas Myanmar pada bulan September 1988. Hal tersebut memicu protes hingga tindakan keras berdarah di mana ribuan orang terbunuh. 

Gelombang baru protes muncul lagi di tahun 2007 sehingga kepemimpinan militer Myanmar akhirnya mengambil langkah-langkah transisi menuju demokrasi multi-partai dan pemerintahan sipil.

Namun dalam prosesnya, pihak militer memastikan untuk tidak kehilangan kekuatannya di pemerintahan dengan cara mencadangkan kementerian utama dan meminta jatah 25% kursi parlemen untuk orang yang ditunjuk militer yang tidak terpilih serta kata-kata konstitusi baru untuk mendiskualifikasi Suu Kyi dari kursi kepresidenan. 

Halaman:

Editor: Edward Panggabean

Sumber: Forbes


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x