Dapatkah Indonesia Mengurangi Sampah Plastik ke Laut? Ekonomi Sirkular Dipandang Menjadi Solusi

- 10 November 2022, 15:33 WIB
Seorang anak mencari sampah plastik  yang berserakan di Pantai Kampung Makassar Timur, Kota Ternate, Maluku Utara, Kamis (20/10/2022). Gelombang tinggi yang terjadi di perairan Ternate sejak sepekan terakhir mengakibatkan sampah plastik terbawa gelombang sehingga menumpuk di sekitar pesisir pantai tersebut. ANTARA FOTO/Andri Saputra/YU/nym.
Seorang anak mencari sampah plastik yang berserakan di Pantai Kampung Makassar Timur, Kota Ternate, Maluku Utara, Kamis (20/10/2022). Gelombang tinggi yang terjadi di perairan Ternate sejak sepekan terakhir mengakibatkan sampah plastik terbawa gelombang sehingga menumpuk di sekitar pesisir pantai tersebut. ANTARA FOTO/Andri Saputra/YU/nym. /ANDRI SAPUTRA/ANTARA FOTO

Hilary Ignatius Kenneth, CEO dari PT Mahkota Giovey Abadi, perusahaan yang memanufaktur botol plastik travel pack mengatakan

bahwa selain harus lebih “membumi”, upaya membangun kesadaran terkait ekonomi sirkular juga harus menyentuh kaum millenial, yang merupakan generasi penerus bangsa.

“Sedari awal, konsep ekonomi sirkular harus visible, harus dibawa sedekat mungkin ke komunitas milenial. Konsep circular economy agar terlihat (visible) di pandangan mata para mereka. Misalnya, di cafe, pengelola yang memang sudah aktif menggunakan bahan-bahan recycled plastic, dapat memajang logo “100% recycled”. Hal tersebut penting untuk konsisten dilakukan oleh pelaku industri F&B agar menjadi trend dan kebiasaan,” kata Kenneth, yang PT Mahkota Gioveynya memproduksi botol plastik yang 100% dapat didaur ulang.

Rocky Pairunan, National Advisor di Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ) GmbH, yang juga merangkap advisor untuk Plastic Waste Management & Marine Litter Prevention di GIZ mengatakan ekonomi sirkular bersifat komprehensif.

"Penanganan sampah atau limbah baik hasil proses produksi maupun paska konsumsi hanya salah satu komponen. Sirkular ekonomi berbicara bagaimana mendesain ulang sehingga sampah atau limbah tidak ada, diminalisir atau digunakan kembali. Pendekatan ini tentunya memperpanjang rantai nilai dan membuka lapangan-lapangan pekerjaan baru.”

Ia menjelaskan Uni Eropa melalui kampanye “Rethinking Plastics – Circular Economy Solutions to Marine Litter,” yang dijalankan oleh GIZ, berkolaborasi dengan berbagai stakeholders baik pemerintah, swasta dan NGO, merumuskan berbagai program dan solusi untuk meningkatkan kesadaran produsen dalam menggunakan produk-produk kemasan plastik bernilai ekonomi tinggi yang dapat didaur ulang.

Proyek yang dibiayai oleh Uni Eropa dan Republik Federal Jerman melalui Kementerian Federal Jerman untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (BMZ) ini mendukung transisi menuju ekonomi sirkular untuk plastik dan konsumsi dan produksi plastik berkelanjutan di negara-negara Asia Timur dan Tenggara, termasuk Indonesia untuk berkontribusi pada pengurangan sampah laut yang signifikan.

Sejak 2021 blok perdagangan terbesar di dunia tersebut telah melarang penggunaan barang-barang yang terbuat dari plastik sekali pakai, termasuk diantaranya piring, garpu, pisau, gelas, cotton buds dan sedotan.

Aturan baru tersebut diharapkan dapat mengurangi penggunaan produk plastik sekali pakai yang mencemari lingkungan. Sementara itu, menurut kesepakatan, negara-negara di Uni Eropa juga harus mencapai target pengumpulan 90 persen botol plastik pada 2029.

Baca berita terkini lainnya melalui Google News.

***

 

Halaman:

Editor: Muhamad Al Azhari


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah