Meski Babak Belur, Pandemi Ternyata Dorong Kreativitas UMKM untuk Munculkan Inovasi

16 November 2020, 19:20 WIB
Petugas Kelurahan melayani pelaku UMKM untuk mendaftarkan usaha di Kantor Kelurahan Cisaranten Endah, Bandung /Antara Foto/Raisan Al Farisi/

BERITA SUBANG - Semenjak diumumkan pada awal bulan Maret 2020 lalu, Indonesia telah memasuki bulan ke-9 di masa pandemi COVID-19, dimana masyarakat, termasuk para pelaku bisnis UMKM, telah menyaksikan perubahan besar yang terjadi dalam berbagai aspek ekonomi.

Berperan besar sebagai penggerak ekonomi negara serta penyerap tenaga kerja, banyak UMKM di negara terbesar di Asia Tenggara mengalami kerugian besar karena kegiatan usaha tersendat dan pemasukan menurun drasti.

Paper.id sebuah perusahaan yang didirkan untuk membantu pelaku usaha dalam mengelola keuangan bisnis  berinisiatif mengadakan kolaborasi dengan SMESCO, yang merupakan Lembaga Layanan Pemasaran Koperasi dan UKM (LLP-KUKM) Kementerian Koperasi dan UKM RI dan OK OCE, gerakan penciptaan lapangan kerja yang didirikan pengusaha Sandiaga Uno, mengadakan survei khusus.

Baca Juga: Kapolri Copot Kapolda Metro Jaya dan Jabar Karena Tak Tegakkan Protokol Kesehatan

Bertajuk “Dampak Pandemi COVID-19 terhadap UMKM”, survei ini dilakukan secara daring dan dikirimkan kepada lebih dari 3000 UMKM yang ada di 22 provinsi Indonesia untuk memberikan informasi mengenai gambaran terkini akan dampak pandemi yang dialami UMKM.

Berdasarkan temuan survey, sebanyak 78 persen responden mengaku mengalami penurunan omzet, dengan kategori yang terbesar terdapat pada penurunan lebih dari 20 persen (67,50 persen).

Penurunan yang ada terjadi hampir menimpa seluruh bidang usaha. Dalam data, terdapat 3 jenis usaha yang mengalami dampak paling besar adalah kuliner (43,09 persen), jasa (26,02 persen), dan fashion (13,01 persen).

Baca Juga: Kerap Diabaikan Suami, Wanita ini Coba Akhiri Hidupnya dengan Naik Tower Setinggi 30 Meter

Meski mayoritas responden melakukan pemasaran secara online dan offline (63,40 persen). Hal ini tetap tidak dapat memperbaiki kegiatan usaha yang ada, karena efek pandemi yang menyeluruh dan mengakibatkan menurunnya daya beli konsumen.

Dampak penurunan omzet diikuti oleh terhambatnya kegiatan operasional dan finansial usaha. Sebanyak 65 persen responden mengalami masalah pada kegiatan usaha, seperti usaha harus tutup sementara, kesulitan adaptasi WFH, serta 24 persen masalah operasional bersumber dari pelanggan seperti menurunnya daya beli konsumen.

Survei juga menunjukkan responden mengalami masalah finansial. Sekitar 68 persen responden mengalami masalah keuangan internal, seperti kenaikan biaya operasional untuk protokol kesehatan (masker dan hand sanitizer), dan harus menggunakan modal kerja pribadi. Sementara itu, 26 persen responden mengaku kesulitan dalam mengajukan pinjaman ke bank.

Baca Juga: Riset Indef: Prabowo dan Terawan Jadi Menteri Terpopuler di Kabinet Jokowi-Ma'ruf Amin

Dari pivot bisnis hingga ekspansi usaha

Menurut survey, masalah pandemi COVID-19 tidak menghalangi kreativitas para pelaku usaha untuk mencari solusi agar usaha tetap dapat berjalan.

Berdasarkan hasil data yang ada, mayoritas responden memilih untuk mencari pasar baru (23,93 persen). Sementara itu, 13,44 persen responden memilih untuk melakukan pivot bisnis atau menjual produk baru.

“Tentu saja, pandemi ini memberikan dampak kepada ekosistem bisnis di dunia, tapi saya percaya pandemi akan mendorong kreativitas para pelaku usaha untuk membuat inovasi yang baru," CEO dan Co-Founder Paper.id, Jeremy Limman.

"Contohnya seperti, krisis finansial di tahun 2008 yang akhirnya memunculkan fintech. Karena itu, saya optimis sekali, pandemi ini akan melahirkan banyak tren bisnis baru, asalkan para pelaku usaha mau beradaptasi dengan keadaan dunia yang baru”.



Dari beberapa wawancara yang telah dilakukan, responden mengaku menjual barang-barang yang sedang laku di pasaran seperti masker atau produk kesehatan.

Baca Juga: Sempat Trending di Twitter, Apa Sih Keunggulan All New Nissan Kicks e-Power?

Sebanyak 8,52 persen responden juga mengatakan bahwa, mereka memutuskan untuk melakukan ekspansi bisnis.

“Bidang usaha terkait kebutuhan dasar dan kesehatan serta segala usaha berbasis digital baik produk jasa maupun cara penjualannya akan makin banyak diminati seperti Frozen food, minuman herbal, hand sanitizer, masker, serta travel kit untuk menunjang gaya hidup masyarakat yang mobile sepertinya akan paling banyak dicari baik saat dan setelah pandemi," kata Mirah Ayu selaku Kepala Seksi (KASI) Humas SMESCO Indonesia.

Terkait tingkat optimisme pelaku usaha dalam menghadapi pandemi, data terbagi menjadi dua bagian. Bagian pertama, dengan tingkat optimisme dibawah satu tahun sebanyak 67,32 persen dan diatas satu tahun dengan 32,68 persen.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah langkah pemulihan yang perlu dilakukan pelaku UMKM agar usaha kembali normal.

"Selama pandemi, kita sudah terbiasa dalam menghadapi tantangan-tantangan yang ada, contohnya protokol kesehatan. Kebiasaan ini tidak akan luntur pasca pandemi dan dia akan terus melekat," kata Prof. Indra Cahya Uno selaku pendiri dari OK OCE.

"Tantangan-tantangan tersebut akan dapat kita hadapi jika kita saling membantu untuk mengubah tantangan menjadi peluang usaha yang baru”.

***

Editor: Muhamad Al Azhari

Tags

Terkini

Terpopuler