Presiden KAI Tjoetjoe Sandjaja: 'Advokat Jangan Dikurung dalam Satu Wadah'

- 12 April 2021, 18:32 WIB
Presiden Kongres Advokat Indonesia (KAI) Tjoetjoe Sandjaja Hernanto.
Presiden Kongres Advokat Indonesia (KAI) Tjoetjoe Sandjaja Hernanto. /Dok. kai.or.id/

Sebab, organisasi ini berkeyakinan bahaw karakteristik advokat tak bisa dikontrol atau digenggam oleh satu kekuasaan.

Advokat, menurut Tjoetjoe merupakan profesi mandiri dan bebas menjalankan tugasnya. Hal yang sama juga seharusnya menjadi prinsip organisasi advokat.  

Tjoetjoe bahkan menduga adanya pihak yang berupaya menguasai advokat dalam satu genggaman kekuasaan.

“Dunia advokat tidak boleh dikontrol secara absolute. Kita independen sesuai amanat UU advokat. Advokat itu independen,” kata Tjoetjoe.

Sebagai informasi, amanat wadah tunggal tertuang dalam Pasal 28 UU 18/2003 secara tak langsung telah direvisi oleh putusan MK No.112/PUU-XII/2014 dan Putusan No.36/PUU-XIII/2015.

Selain itu, ada juga Surat Keputusan (SK) Ketua Mahkamah Agung (KMA) No.73/KMA/HK.01/IX/2015 tentang Penyumpahan Advokat.

Menurut eksekutif yang sudah malang melintang puluhan tahun sebagai advokat itu, organisasi advokat sebagai mandat UU 18/2003 adalah bebas dan mandiri dengan tujuan meningkatkan kualitas profesi advokat.

Menurut Tjoetjoe organisasi advokat yang ada semestinya duduk bersama dan bermusyawarah dalam merumuskan kewenangan advokat dalam menjalankan tugasnya sebagai penegak hukum.

Tjoetjoe ternyata merupakan sosok di balik revisi UU 18/2003 pada beberapa tahun lalu.

Meskipun kandas di penghujung di DPR periode 2009-2014, hal tersebut tak menyurutkan dirinya untuk melakukan perbaikan aturan profesi advokat.

Tjoetjoe mengatakan ia enggan mendorong soal singlebar atau multibar karena menurutnya, fakta di lapangan, organisasi advokat telah multi bar.

Kata Tjoetjoe, dibanding membahas single bar atau multi bar dalam perubahan UU 18/2003, yang prioritas kedepan menurutnya adalah terkait kewenangan profesi advokat.

Demikian pula terkait pengaturan kewenangan advokat dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (R-KUHAP).

“Masak kita mengundang saksi untuk hadir di persidangan saja tak ada upaya paksanya. Semua penegak hukum punya kewenangan itu, kecuali advokat,” kata Tjoetjoe.

Terpisah, Ketua Umum Peradi Rumah Bersama Advokat (Peradi RBA), Luhut MP Pangaribuan, mengingatkan MK pernah menyindir organisasi advokat lewat beberapa putusannya terkait uji materi UU Advokat.

Intinya, advokat sering mengedepankan profesionalitas dan independensi. Selain itu, advokat kerap menyelesaikan perkara yang dihadapi orang lain.

Karena itu, MK mengembalikan persoalan organisasi advokat ini kepada advokat itu sendiri.

Menurut Luhut, telah tersedia berbagai pilihan bagi advokat untuk menuntaskan persoalan kisruh organisasi advokat.

Misalnya, ada Kode Etik Advokat dan perlu ada satu Dewan Kehormatan Profesi Advokat yang dibentuk bersama.

Ada juga pilihan untuk merevisi UU Advokat.

Luhut juga berpendapat organisasi advokat bisa berbentuk single bar, tapi bukan berarti kewenangannya hanya pada satu organisasi advokat.
Single bar dalam konteks ini menetapkan standar profesi, misalnya kode etik.

Selain itu, diperlukan lagi satu Dewan Kehormatan Profesi Advokat tingkat pusat dan untuk menyelesaikan masalah organisasi advokat sehingga tidak melulu hanya Peradi, tapi juga melibatkan organisasi advokat selain Peradi.

Standar kompetensi

Selain hal disebut diatas, Tjoetjoe mengatakan, kualitas advokat saat ini jauh lebih unggul dibanding zaman dahulu.

Tjoetjoe menilai para senior advokat harus yakin dengan kemampuan advokat di era modern ini.

Terlebih lagi, setelah digitalisasi dan teknologi harus memacu para advokat muda untuk berinovasi dalam rangka pemberian jasa advokat yang memudahkan para pencari keadilan.

“Jangan bicara kualitas advokat, bila tidak punya standar kompetensi profesi advokat,” lanjutnya.

KAI, kata Tjoetjoe telah memiliki standar kompetensi advokat, diantaranya, telah mengantongi Surat Keputusan Dirjen Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas Kementerian Ketenagakerjaan (Binalattas) No.58/LATTAS/III/2016 tentang Registrasi Standar Khusus Advokat.
Melalui KAI, organisasi ini juga membangun database advokat secara digital dan mendorong anggotanya beradaptasi dengan dunia digital dan menyongsong the new normal.

“Kita sedang mengembangkan perangkat digital untuk memberi akses pelayanan hukum probono bagi masyarakat yang tidak mampu,” katanya. ***

Halaman:

Editor: Muhamad Al Azhari


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah