Ini Empat Isu Krusial Terkait Bidang Maritim Indonesia untuk Dapat Perhatian di RPP UU Cipta Kerja

- 10 Desember 2020, 17:27 WIB
Ketua Gerakan Anak Pesisir Sunardi Panjaitan (kiri) dan Direktur Namarin Indonesia Siswanto Rusdi (kanan) dalam Webinar 'Peluang Peningkatan Industri Maritim di Indonesia Pasca Pemberlakuan UU Cipta Kerja', Kamis, 10 Desember 2020.
Ketua Gerakan Anak Pesisir Sunardi Panjaitan (kiri) dan Direktur Namarin Indonesia Siswanto Rusdi (kanan) dalam Webinar 'Peluang Peningkatan Industri Maritim di Indonesia Pasca Pemberlakuan UU Cipta Kerja', Kamis, 10 Desember 2020. /Arif Rahman

BERITA SUBANG - Direktur National Maritime Institute (Namarin) Indonesia, Siswanto Rusdi, memaparkan empat isu krusial terkait bidang maritim Indonesia. Isu tersebut, kata dia, harus mendapat perhatian dalam aturan turunan UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja.

Saat ini Pemerintah tengah merampungkan Rancangan Peraturan Pelaksanaan UU Cipta Kerja berupa Draf Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) dan Draf Rancangan Peraturan Presiden (RPerpres).

"Jadi kami memang sangat butuh bantuan regulator sehingga semua bisa diakomodasi oleh PP dari UU Cipta Kerja nanti," kata Siswanto Rusdi dalam Webinar bertajuk 'Peluang Peningkatan Industri Maritim di Indonesia Pasca Pemberlakuan UU Cipta Kerja', Kamis, 10 Desember 2020.

Baca Juga: Download Foto Instagram Gak Perlu Screenshot Layar, Dapat Dilakukan Melalui Link Ini

Adapun empat isu krusial yang dipaparkan Siswanto adalah:

1. Isu Galangan Kapal yang terkait tiga hal yakni: komponen kapal buatan dalam negeri, tersebarnya industri pendukung, dan permodalan. Menurut Siswanto, industri pendukung galangan kapal saat ini tersebar dimana-mana dan tidak jelas sehingga RPP UU Cipta Kerja diharapkan mengatasi masalah ini.

"Bayangkan, selama ini pelabuhan dimana, tapi galangan kapalnya di pulau lain. Jadi, kami ingin industri galangan kapal ini butuh bantuan industri pendukung. Sebagai contoh, galangan kapal di Surabaya, tapi industri baja di Makassar, kan enggak bisa seperti itu," ujar Siswanto.

Untuk masalah permodalan, Siswanto, mengatakan BEP bisnis perkapalan tidak sama dengan sektor lain seperti properti yang sudah bisa BEP dalam dua atau tiga tahun.

"Bisnis kapal ini BEP-nya bisa puluhan tahun sehingga pemodalan jadi kendala. Jadi di UU Cipta Kerja ini nantinya akan seperti apa," ujarnya.

Baca Juga: Kontras Menilai Indonesia Mundur dalam Urusan Demokrasi dan Kebebasan Berekspresi

2. Isu Kepelabuhan memiliki setidaknya tiga pembahasan yakni: pemetaan kebutuhan pelabuhan, distribusi kewenangan antara pusat dan daerah, dan peningkatan kualitas SDM kepelabuhan.

"Selama ini kewenangan banyak ditarik ke pusat, sementara daerah punya dinamika tersendiri, daerah punya kearifan lokal tersendiri. Di pelabuhan itu hanya ada dua yaitu lalu lintas orang serta lalu intas barang dan dokumen. Jadi, nanti kewenangan antara pusat dan daerah ini tidak seluruhnya perlu ditarik pemerintah pusat," kata Siswanto.

Di isu kualitas SDM pelabuhan, Siswanto mengatakan aturan turunan UU Cipta Kerja perlu menyederhanakan birokrasi seperti sertifikasi.

"Jadi sertifikasi perlu disederhanakan dan durasi sertifikasi lebih lama. Kadang kami pelaut ini mengumpulkan uang ternyata habis untuk sertifikasi saja. Kami berharap Pemerintah, regulator, serikat pekerja, perlu duduk bersama soal ini," ujarnya.

Baca Juga: Polri Gunakan Kewenangan Upaya Paksa Jemput Rizieq Shihab

3. Isu Wisata Bahari yang fokus kepada dua isu besar yakni: memaksimalkan potensi untuk mendatangkan wisatawan (penumpang kapal pesiar) serta regulasi dan sarana wisata bahari (perlindungan lingkungan).

4. Isu Kepelautan yang mencakup standar dan upah khusus pelaut, sertifikat pelaut, dan dualisme pengelolaan pengerahan pelaut. Menurut Siswanto, standar upah khusus sangat dibutuhkan pelaut. 

"Kami harapkan upah bisa diatur di PP turunan Cipta Kerja karena pekerjaan pelaut itu beda dengan buruh. Kalau buruh selesai kerja mereka bisa pulang, tapi kalau pelaut mereka itu di lautan itu berbulan-bulan. Jadi perlu ada aturan yang mengaturnya. Mereka kerap terkatung-katung di atas kapal, gaji mereka itu minim meski ada yang besar gajinya, tapi pelaut yang digaji di bawah UMR ada. Fokusnya bukan UMR karena banyak komponen kehidupan pelaut ini," jelas Siswanto. ***

Editor: Muhamad Al Azhari


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah