Kapolda Jawa Timur Nico Afinta: Tragedi Stadion Kanjuruhan Dipicu Ulah Suporter Anarkis

- 2 Oktober 2022, 16:07 WIB
Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Nico Afinta saat memberikan keterangan.
Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Nico Afinta saat memberikan keterangan. /Foto: PMJ News/

BERITA SUBANG- Tragedi yang terjadi pada Sabtu, 1 Oktober 2022 di Stadion Kanjuruhan, Malang yang menewaskan 130 orang usai pertandingan antara Arema FC melawan Persebaya adalah tragedi sepak bola terburuk sepanjang sejarah Indonesia dan kedua dalam sejarah dunia.

Korban meninggal dan luka-luka yang kini masih dirawat di rumah sakit diduga masih akan terus bertambah.

Dalam tragedi buruk ini, harus ada pihak yang bertanggung jawab mulai dari pengelola klub, panpel, PSSI, hingga kepolisian.

Baca Juga: Menko PMK: Korban Tragedi Stadion Kanjuruhan 130 Orang, 19 Jenazah Belum Terindentifikas

Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Nico Afinta, pada konferensi pers di Mapolres Malang 2 Oktober 2022 menyebut bahwa penembakan gas air mata oleh aparat kepolisian ke arah kerumunan sudah sesuai prosedur yang berlaku.

Nico menyebut suporter merangsek turun ke lapangan dan berbuat anarkis. Ia bahkan menyatakan bahwa banyaknya korban jiwa bukan karena gas air mata, tetapi karena penumpukkan di pintu 10 dan 12 stadion.

“Saat terjadi penumpukan itulah banyak yang mengalami sesak nafas,” ujarnya.

Baca Juga: 127 Orang Meninggal Pasca Kerusuhan Arema FC Kalah 2-3 dari Persebaya

Nico terkesan hanya menyalahkan suporter yang tidak patuh. “Seandainya suporter mematuhi aturan, peristiwa ini tidak akan terjadi,” lanjut dia. Seolah mengabaikan fakta bahwa penggunaan gas air mata adalah pangkal utama banyaknya korban jiwa dalam pertandingan itu.

Masalah berawal ketika ketika aparat mulai menembakkan gas air mata. Tiba-tiba dari sisi kanan lapangan pertandingan, polisi menembakkan gas air mata ke arah tribun kanan.

Lalu ke arah lain yang menimbulkan kepanikan. Mereka pun berhamburan mencari jalan keluar, situasi gelap dan mata perih.

Baca Juga: Ulah Barbar Suporter Arema FC Telan Korban 127 Orang Meninggal, 180 Luka dan Puluhan Mobil Dibakar

Bahkan diceritakan oleh seorang saksi yang menulis utas di Twitter, banyak anak-anak dan balita terinjak. Seorang ibu menangis meraung-raung mencari anaknya,

“Anakku di mana? Anakku di mana? Anak saya nggak ada,” isaknya.

Tragedi Terburuk

Peristiwa kerusuhan di Estadio Nacional, Lima, Peru, adalah yang terburuk dalam sejarah sepakbola dunia.

Korbannya mencapai 328 jiwa. Waktu itu digelar pertandingan panas antara Peru melawan Argentina.

Baca Juga: GBI Ingatkan Pendeta Gilbert Lumoindong Fokus Pada Pemberitaan Firman Tuhan

Dipicu wasit yang marah kepada seorang suporter Peru yang memasuki lapangan pertandingan, fans Peru meluap ke lapangan.

Polisi menghalau suporter dan menembakkan gas air mata ke arah tribun. Penonton blingsatan dan sesak nafas, mencari jalan keluar.

Para suporter saling injak dan kehabisan napas. Hasilnya, lebih dari 300 orang tewas dalam peristiwa nahas tersebut.

Namun itu terjadi tahun 1964, jauh sebelum FIFA mengeluarkan peraturan resmi yang melarang penggunaan gas air mata atau ‘crowd control gas’ di lapangan sepakbola.

Sabtu 1 Oktober 2022, peristiwa Kanjuruhan masuk ke ranking kedua tragedi sepak bola terburuk sepanjang sejarah.

Baca Juga: Lesti Kejora Pastikan Tidak Ada Kesempatan Kedua Bagi Rizky Billar

Seolah tak berkaca pada sejarah, mengabaikan aturan FIFA, aparat menembakkan gas air mata ke arah tribun.

Membuat suporter panik dan berhamburan mencari jalan keluar, anak-anak dan perempuan terinjak-injak, menewaskan lebih dari 130 orang korban jiwa. Ini lebih parah dari tragedi Accra Sport Stadium pada tahun 2001 di Ghana (126 korban jiwa), tragedi Hillsborough 1989 di Sheffield, Inggris (96 korban jiwa).

Bahkan tragedi ini lebih ngeri dibandingkan tragedi Kathmandu, Nepal, yang menewaskan 93 orang akibat badai gumpalan es tahun 1988.

FIFA sebenarnya telah melarang ‘crowd control gas’ dan ‘firearms’ di lapangan sepak bola.

Aturan ini ada karena tragedi-tragedi sebelumnya yang menewaskan puluhan orang di stadion sepak bola.

Fakta bahwa kepolisian mengabaikan semua ini adalah kekeliruan besar yang perlu dipertanggungjawabkan. *

Editor: Tommy MI Pardede


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x