Wajah Gus Dur dalam Kebebasan Perayaan Imlek

- 29 Januari 2022, 08:21 WIB
Kumpulan kata-kata bijak dari Gus Dur atau KH. Abdurrahman Wahid yang penuh makna yang cocok untuk kutipan Harlah Nahdlatul Ulama (NU) 2022.
Kumpulan kata-kata bijak dari Gus Dur atau KH. Abdurrahman Wahid yang penuh makna yang cocok untuk kutipan Harlah Nahdlatul Ulama (NU) 2022. /Tangkap layar youtube.com/TVRI Nasional

BERITA SUBANG - Awal Februari mendatang, kemeriahan Imlek yang dirayakan masyarakat keturunan Tionghoa akan dirayakan.

Pergantian tahun itu ditandai dengan tahun kerbau logam berganti ke tahun macan air.

Siapapun Orang di Indonesia ini pasti mengingat, di balik kebebasan perayaan Imlek  ada jasa besar dari sosok Presiden RI ke-4 Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.

Sebelumnya, Soeharto melarang perayaan Tahun Baru Imlek secara terbuka. Hal ini ditetapkan pada Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 14 Tahun 1967 tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat Cina.

 Baca Juga: Sejarah dan Makna Barongsai di Tahun Baru Imlek

Saat itu, warga keturunan Tionghoa hanya bisa merayakan bersama keluarga di rumah masing-masing. Hal ini jauh berbeda dari nuansa yang ceria yang biasa kita lihat saat ini.

Selama lebih dari tiga dekade lamanya, aturan diskriminatif tersebut ada. Baru di tahun 2000, Gus Dur menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 6 Tahun 2000 tentang Pencabutan Inpres Nomor 14 Tahun 1967 Tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat Cina.

 "Presiden Republik Indonesia menimbang bahwa penyelenggaraan kegiatan agama, kepercayaan, dan adat istiadat, pada hakekatnya merupakan bagian tidak terpisahkan dari hak asasi manusia," demikian bunyi Keppres Nomor 6 Tahun 2000.

 Baca Juga: Tahun Baru Imlek, 3 Shio Ini Bakal Kaya Raya

Pada 9 April 2001, Gus Dur menetapkan Imlek sebagai libur fakultatif atau libur yang berlaku bagi mereka yang merayakannya. Imlek kemudian ditetapkan sebagai hari libur nasional oleh Presiden RI ke-5 Megawati Soekarnoputri di tahun 2003.

Gus Dur wafat di usia 69 tahun pada 30 Desember 2009. Namun hingga saat ini, sosok Gus Dur akan selalu dikenang oleh kalangan Tionghoa sebagai sosok yang berjasa.

Diketahui, ada papan arwah atau sinci dengan nama Gus Dur di kawasan Pecinan Kota Semarang. Tepatnya, di gedung Perkumpulan Sosial Boen Hian Tong atau Rasa Dharma, Gang Pinggir, Kawasan Pecinan Semarang.

 Baca Juga: Keberuntungan Shio Macan Air di Tahun Baru Imlek

Pada papan arwah tersebut, tertulis "KH Abdurrahman Wahid”. Terdapat pula kalimat Cina yang memiliki arti "Bapak Tionghoa Indonesia" pada papan arwah Gus Dur.

"Gus Dur amat dihormati di kalangan Tionghoa di Indonesia. Yang telah melindungi minoritas, memberikan kebebasan. Jadi ini diletakkan di sini sebagai wujud penghormatan,” kata Haryanto Halim, ketua altar Rasa Dharma Semarang, pada Januari 2020 lalu, sebagaimana dikutip dari situs resmi Pemerintah Provinsi Jawa Tengah.

Kepedulian Gus Dur terhadap masyarakat keturunan Tionghoa mencerminkan Bhinneka Tunggal Ika.

Semboyan ini menggambarkan bagaimana Indonesia terdiri dari masyarakat beragam budaya, agama, kepercayaan, dan adat istiadat. Terlepas dari perbedaan tersebut, masyarakat Indonesia namun tetap dalam satu kesatuan.***

Editor: Tommy MI Pardede


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah