Kasus Penganiayaan Kucing di Bekasi, Pakar Sebut Restorative Justice Tak Hilangkan Kesalahan Pidana

- 14 Desember 2021, 19:48 WIB
Perhatikan 3 Perlengkapan Ini Sebelum Memelihara Kucing
Perhatikan 3 Perlengkapan Ini Sebelum Memelihara Kucing /Pexels/


BERITA SUBANG - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bekasi meminta majelis hakim menjatuhkan hukuman 5 bulan penjara terhadap terdakwa Hasudungan Rumapea alias Oskar (62) terkait dugaan pemukulan kucing menggunakan gagang sapu hingga mati.

Namun, Bina Impola selaku kuasa hukum terdakwa Oskar merasa keberatan karena antara pemilik kucing dengan kliennya sudah berdamai. Bina Impola berkata bahwa JPU tidak mengindahkan Peraturan Jaksa Agung (Perjag) Nomor 15 Tahun 2020 tentang restorative justice.

Menanggapi permasalahan tersebut, pakar hukum Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan bahwa restorative justice tak menghilangkan kesalahan pidana yang telah diperbuatnya.

Baca Juga: Delapan Singa Asia di Kebun Binatang India Diduga Terinfeksi Covid-19

"Ya, restorative justice (RJ) menurut saya tidak menghilangkan kesalahan atas perbuatan pidana seseorang, hanya saja sudah diselesaikan kerugian yang timbul," kata Fickar kepada wartawan, Selasa 14 Desember 2021.

Menurutnya hukuman pidana atas kesalahan tetap ada, hanya saja pemberatan dengan kerugian sudah hilang. Jadi, jika pihak yang dirugikan sudah memaafkan dan sudah diselesaikan kerugian yang timbul maka akan mengurangi masa hukumannya.

"Persoalannya adalah kucing sebagai binatang atau hewan yang seharusnya bisa dilakukan pembinaan dengan cara manusiawi, bukan dianiaya," ucapnya.

Baca Juga: ADI Temukan Pedagang Daging Anjing di Pasar Milik Pemprov DKI, Pakar: Ini Kriminal, Langgar UU

Jadi, menurut Abdul Ficjkar Hadjar restorative justice dalam kasus tersebut untuk perbuatannya ke depan, yaitu sebagai pembelajaran agar tak melakukan penyiksaan terhadap hewan.

"Tetapi tidak berpengaruh pada perbuatan pidana yang dilakukan, karena tidak mengembalikan penderitaan sang kucing," kata Abdul Fickar Hadjar.

Sementara pakar Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada (UGM), Muhammad Fatahillah Akbar mengatakan bahwa restorative justice di Kejaksaan Agung dilakukan sebelum pelimpahan perkara ke persidangan.

"Sebenarnya aturan restorative justice di kejaksaan, yakni Perjag Nomor 15 Tahun 2020 adalah sebelum pelimpahan perkara di persidangan," ujar Akbar kepawa wartawan.

Baca Juga: Adi Utarini dan Tri Mumpuni, Dua Ilmuan Indonesia Harumkan Nama Bangsa di Kancah Internasional

Selain itu, menurutnya kasus tersebut juga telah dianggap memenuhi rumusan delik oleh penuntut umum.

"Maka solusinya hanya menunggu pembuktian di persidangan dan keputusan hakim dalam kasus tersebut," tandas Akbar.***

Editor: Edward Panggabean


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x