Kasus Pemerkosaan Santriwati Subang: Korban Berhak Mendapatkan Restitusi, Perlu Segera Didampingi LPSK

- 24 Juni 2022, 18:31 WIB
Jasra Putra, Komisioner KPAI
Jasra Putra, Komisioner KPAI /Tangkap layar Instagram @jasraputra/

BERITA SUBANG - Santriwati di pondok pesantren di Kecamatan Kalijati, Subang, yang menjadi korban kekerasan seksual oleh pimpinan ponpes dan PNS di Kemenag Subang, berhak mendapatkan restitusi, atau pembayaran ganti kerugian yang dibebankan kepada pelaku.

Menurut Jasra Putra, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), restitusi dapat dibebankan kepada pelaku atau pihak ketiga berdasarkan penetapan atau putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, atas kerugian materiel dan, atau imateriel yang diderita korban atau ahli warisnya.

"Restitusi sebagai bagian dari hak korban harus diajukan bersamaan dengan tuntunan hukum pelaku. Tentu perlu pendampingan dari LPSK untuk menghitung kerugian yang ditimbulkan dari tindak pidana pemerkosaan terhadap anak," kata Jasra kepada BeritaSubang.com Jumat, 24 Juni 2022.

"Disamping restitusi Pemerintah Daerah juga melakukan rehabilitasi kepada korban secara tuntas. Apalagi kita sudah memiliki UU 12 tahun 2022 tentang Tindak pidana Kekerasan seksual yang juga menitik beratkan agar korban mendapatkan hak-haknya secara maksimal oleh negara."

Jasra melanjutkan, rehabilitasi untuk korban perlu dilakukan untuk memulihkan dari gangguan terhadap kondisi fisik, mental, dan sosial agar dapat melaksanakan perannya kembali secara wajar, baik sebagai individu, anggota keluarga, maupun masyarakat.

Proses restitusi diajukan kepada keluarga melalui keluarga atau pendamping hukum kepada pengadilan yang akan didampingi oleh LPSK.

"Setelah dilakukan penghitungan oleh LPSK terhadap kerugian material dan non material terhadap korban, maka diajukan ke pengadilan bersamaan dengan tuntunan hukum yang akan diputuskan oleh hakim. Oleh sebab itu keluarga/pendamping hukum korban harus segera berkoordinasi dengan LPSK agar bisa dilakukan penghitungan terhadap keriguian yang dialami oleh anak," kata Jasra.

Jasra mengatakan kepada BeritaSubang.com, bahwa Undang-undang perlindungan anak dapat memberikan ancaman maksimal bagi pelaku dewasa.

"Peristiwa ini dilakukan dalam kurun waktu yang cukup lama maka trauma berat yang dialami oleh korban luar biasa, yang disampaikan dalam tulisan-tulisan korban."

Diberitakan sebelumnya, Kapolres Subang, AKBP Sumarni dalam keterangannya kepada awak media pada Rabu lalu, pelaku berinisial DAN merupakan tenaga pendidik di pondok pesantren tersebut.

Untuk memuluskan aksi perbuatan kejinya, pelaku merayu dan membohongi korban dengan megnatakan bahwa hal tercela tersebut merupakan proses belajar dan cara untuk mendapatkan ridho dari guru.

"Perbuatan yang dilakukan oleh pelaku terhadap korban bukan hanya sekali. Perbuatan sudah dilakukan sebanyak lebih dari 10 kali sejak Desember 2020 sampai 7 Desember 2021," kata Sumarni di Mapolres Subang.

Kasus Herry Wirawan

Dalam kasus perkosaan yang dilakukan oleh Herry Wirawan terhadap 13 santriwati di Kota Bandung, Majelis hakim Pengadilan Tinggi (PT) Bandung mengabulkan banding jaksa dengan menjatuhkan vonis pidana mati kepada predator anak tersebut atas perbuatannya.

Selain menjatuhkan pidana mati, majelis hakim PT Bandung juga membebankan kepada Herry untuk membayar uang restitusi atau pengganti.

***

Editor: Muhamad Al Azhari


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x